iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Reinvensi Tarian & Lagu Rakyat yang Ditinggalkan untuk Menegakkan Identitas Bangsa

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Reinvensi Tarian & Lagu Rakyat yang Ditinggalkan untuk Menegakkan Identitas Bangsa

Konsep “negara” dan “kebudayaan” dalam masyarakat sering dipandang sebagai konsep yang bertentangan dan berlawanan. Negara dengan kebijakan publiknya cenderung menginginkan sesuatu yang cenderung umum, makro, seragam, sedangkan konsep kebudayaan cenderung bersifat terbatas berada di komunitas, dibuat oleh komunitas, dan mengedepankan kebebasan variasi berekspresi. Pada praktiknya, negara seolah-olah melakukan hegemoni kekuasaan atas masyarakat, menghilangkan banyak budaya tradisional atas nama modernisasi.

Padahal, tidak selamanya dua hal tersebut bertentangan. Ada beberapa cara agar konsep negara dan kebudayaan ini menyatu, salah satunya dengan konsep “kebijakan budaya”. Prof. Dr. Drs. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., memaparkan konsep kebijakan budaya tersebut dalam pidato pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI pada Sabtu (13/11), yang berjudul “Kebijakan Budaya: Upaya Mengembangkan Komunitas dan Budaya Nusantara.” Dalam pegukuhan tersebut, hadir Prof. Dr. Pawenari Hijjang (Universitas Hasanuddin), Prof. Dr. Nursyirwan Effendi (Universitas Andalas), dan Prof. Dr. Heddy Ahimsa Putra (Universitas Gadjah Mada).

Aji menyampaikan bahwa kebijakan budaya adalah konsep kebijakan yang dibuat dengan mempertimbangkan hubungan magi-religi-lingkungan yang biasanya berada di komunitas adat. Dengan begitu, kebijakan publik yang dihasilkan dapat mengakomodir keteraturan yang diinginkan negara, namun tetap melestarikan unsur budaya tradisional yang ada di komunitas.

Ia mencontohkan implementasi kebijakan budaya ini di negara Taiwan. Di sana, katanya, pemerintah memberikan dukungan kepada pelestarian budaya komunitas lokal, karena mereka memerlukan identitas nasional yang membedakan bangsa Taiwan dengan bangsa Cina.

 

“Komunitas-komunitas adat didorong mereinvensi tarian dan lagu rakyat yang telah terlupakan, menggunakan bahasa daerah yang lama ditinggalkan, merancang bentuk rumah bergaya lama, dan berbagai kegiatan invensi tradisi lain. Dari kasus Taiwan, kita belajar bagaimana identitas budaya dipakai dalam proses diplomasi untuk menegakkan identitas bangsa,” ujarnya.

Hal ini juga terjadi di Korea Selatan, ketika pemerintah memfasilitasi bidang industri kreatif dan kebudayaan dengan dukungan infrastruktur dan pendanaan, sehingga saat ini kita mengenal fenomena hallyu/korean wave, sebuah fenomena tradisi budaya Korea seperti menyanyi, main drama, memasak yang kini banyak digandrungi oleh berbagai orang dari belahan dunia. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bagaimana negara berperan dalam pengembangan budaya.

Dalam pemaparannya, ia juga mengkritisi proyek-proyek pelestarian budaya yang dilakukan pemerintah saat ini yang lebih berorientasi pariwisata. Menurutnya, kebijakan umum yang disusun sudah tepat, namun orientasi tujuan yang menyertainya kemudian menimbulkan masalah.” Ketika suatu budaya dijadikan sebagai atraksi budaya, maka seringkali hanya atraksinya yang bisa kita lihat. Makna magis-religi-lingkungan dari atraksi tersebut seringkali sudah hilang atau berubah. Masalah berikutnya adalah sering kali pemanfaatan budaya sebagai komoditas ekonomi ini kemudian hanya menguntungkan pihak-pihak di luar komunitas, dibandingkan warga komunitasnya sendiri,” ujarnya.

Semiarto Aji Purwanto saat ini menjabat sebagai Ketua Program Studi Pascasarjana Antropologi, dan manajer Papua Center FISIP UI. Ia menyelesaikan jenjang akademik dari sarjana sampai doktor di FISIP UI, dan fokus pada bidang kajian antropologi, terutama perihal tradisi, komunitas lokal, serta permasalahan pembangunan dan perubahan sosial budaya. Tulisan ilmiahnya terkait bidang kajian tersebut, dipublikasikan secara nasional maupun internasional, diantaranya adalah Dimensi Adat dan Dinamika Komunitas Dayak di Kalimantan Timur yang diterbitkan oleh Jurnal Antropologi Indonesia, The Creation and Re-creation of the Adat Village in West Sumatra di International Journal of Innovation, Creativity and Change, dan The Impact of Greening The Narrow Alleys of Densely Populated Settlements in Jakarta yang diterbitkan oleh International Journal of Geomate. Ia pernah mendapatkan beasiswa dari Bonn SDG Fellowships Bonn University, Mofa Taiwan Fellowship Scholar Taiwan, dan Asean Research Scholarship.

Related Posts