id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI Antisipasi Perubahan, Perkuat Hubungan Kemitraan Bersama Lembaga Mitra

Penulis: Satrio Alif

Dalam rangka menyongsong Hari Teknologi Nasional 2021, Direktorat Inovasi dan Science Techno Park Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan kegiatan berjudul Bulan Inovasi Universitas Indonesia (9 – 13 Agustus 2021) melalui aplikasi zoom dan kanal Youtube resmi UI. Rangkaian acara terdiri dari seminar daring, focus group discussion, dan talkshow dengan narasumber dari berbagai latar belakang –akademisi hingga tokoh di dunia usaha–, ditampilkan pada Bulan Inovasi tersebut. Selain itu, pameran inovasi virtual akan diluncurkan pada tanggal 30 Agustus 2021 oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI, Nadiem Makarim.

Pada hari pertama pelaksanaan Bulan Inovasi Universitas Indonesia terdapat seminar dengan topik pembahasan “Menyambut Kemerdekaan Indonesia yang ke-76 dengan Kemandirian Produksi Alkes: Ventilator UI dalam E-Catalog LKPP” dan focus group discussion yang mengangkat tema “Reposisi Hubungan UI dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk Peningkatan Produktivitas dan Pengelolaan Riset dan Inovasi”. Pembahasan melalui metode kuliah umum dengan narasumber Dr. Laksana Tri Handoko, Kepala BRIN dan drg. Nurtami, Ph.D., Sp,OF(K), Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi difokuskan pada urgensi dan dampak peningkatan kerja sama UI dan BRIN dalam meningkatkan jumlah inovasi nasional.

drg. Nurtami menyampaikan tentang dampak pasca bergabungnya BRIN dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, yakni pada berbagai regulasi terkait inovasi, yang kemudian harus dilaksanakan UI sebagai institusi pendidikan. UI mengantisipasi perubahan dalam lembaga inovasi nasional tersebut dengan memperkuat hubungannya dengan lembaga penghasil produk riset inovasi dan kebutuhan pasar.

“Kami menekankan (posisi UI) pada demand pull dan bukan lagi berorientasi pada technology push melalui Peraturan Rektor UI No.31/2019 dan Peraturan Rektor UI No.18/2015,” ujar Nurtami. Ia menyampaikan rekomendasi hubungan UI-BRIN ke depan berlandaskan pada model triple helix (pemerintah, universitas, dan industri) untuk mengakomodasi produk riset dan inovasi nasional. Menurutnya, pada koridornya pemerintah wajib memberikan pendanaan bagi riset universitas; universitas memberikan produk riset inovasi bagi kepentingan industri; dan, industri pada akhirnya memproduksi dan menyediakan lapangan kerja.

Kendati demikian, model ini seringkali memiliki permasalahan, seperti ketidaksejajaran peran, tidak adanya komunikasi yang mapan, perbedaan prioritas/fokus, dan ketidaksinambungan kepentingan semua unsur. Oleh karena itu, dapat dibentuk  skema-skema kerja sama  komplementer antara pemerintah dengan industri, yang melengkapi skema triple helix yang sudah ada. Unsur tambahan tersebut akan dapat menanggulangi kendala yang telah dirumuskan berdasar pada model triple helix sebelumnya.

Handoko menyampaikan materi tentang riset yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan dampaknya terhadap tingkat riset nasional, karena mayoritas periset yang ada saat ini berada di perguruan tinggi. “BRIN sangat membutuhkan perguruan tinggi, karena hampir 90% dari peneliti yang ada di Indonesia dihasilkan oleh perguruan tinggi, sedangkan sisanya baru muncul dari lembaga-lembaga penelitian,” ujar Handoko.

Ia memaparkan bahwa periset di perguruan tinggi menurut standar United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, bukan hanya dosen melainkan juga peneliti dan mahasiswa pascasarjana. Berdasarkan fakta tersebut, BRIN memiliki banyak skema riset untuk menghasilkan produk inovasi dengan basis perisetnya adalah mahasiswa pascasarjana yang tengah gencar direkrut oleh BRIN. Menurut Handoko, mahasiswa pascasarjana merupakan sumber daya manusia utama periset di negara manapun.

Pernyataan tersebut diimplementasikan dalam model Manajemen Talenta Nasional di bidang riset dan inovasi. Dalam model tersebut, BRIN memberikan ruang khusus bagi mahasiswa pascasarjana, baik di tingkat magister maupun doktor untuk mendapatkan dukungan biaya dan infrastruktur riset untuk penyelesaian tesis dan disertasi. Setelah tuntas mengenyam perkuliahan, BRIN pun telah menyiapkan biaya beserta infrastruktur riset bagi individu yang telah menyelesaikan jenjang perkuliahan doktor. Model yang BRIN buat tersebut sangat spesifik dengan mencantumkan proyeksi umur bagi masing-masing skema dukungan riset seperti dukungan riset untuk tesis ditujukan pada mahasiswa magister yang berusia 21 – 24 tahun dan riset untuk disertasi ditujukan pada mahasiswa doktor yang berusia 23 – 29 tahun.

Model Manajemen Talenta Nasional di bidang riset dan inovasi tersebut tidak hanya ditujukan bagi peneliti yang mengenyam pendidikan di Indonesia saja. Warga negara Indonesia yang mengenyam pendidikan di luar negeri pun dapat merasakan manfaat tersebut dan begitu pula warga negara asing yang ada di Indonesia. “Skema dukungan riset dalam Model Manajemen Talenta Nasional ini juga dapat dinikmati oleh para diaspora maupun warga negara asing di Indonesia yang nantinya akan berperan sebagai profesor tamu dan asisten periset,” kata Handoko.

Mahasiswa doktor yang telah menyelesaikan disertasinya atas skema dukungan tersebut akan dipekerjakan di BRIN selama 10 – 15 tahun sebelum dikembalikan untuk mengabdi di perguruan tinggi. Dalam jangka waktu tersebut, para periset akan mendapatkan berbagai pengalaman dan peningkatan kemampuan agar menjadi periset yang matang sebelum kembali ke perguruan tinggi.

“Mahasiswa doktoral yang telah menjadi periset di BRIN tidak akan sampai pensiun berada di sini. Saya selalu menyampaikan kepada mereka bahwa waktu kalian di BRIN hanya 10 – 15 tahun sampai kalian menjadi peneliti yang matang. Kalau kalian sudah menjadi peneliti yang matang, kalian akan didistribusikan ulang ke perguruan tinggi dalam rangka menjaga sirkulasi pergantian periset agar kreativitas para periset yang telah matang ini terus terjaga dan lahir para periset muda dari perguruan tinggi. Tindakan ini merupakan bentuk dukungan BRIN terhadap riset di perguruan tinggi,” kata Handoko.

 

Related Posts