iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI Kedepankan Semangat Berkolaborasi guna Tingkatkan Reputasi di Level Global

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > UI Kedepankan Semangat Berkolaborasi guna Tingkatkan Reputasi di Level Global

Universitas Indonesia (UI) pada pengujung 2023 masih berada di posisi puncak –masuk dalam 16% teratas universitas terbaik dunia– berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh  Quacquarelli Symonds (QS) World University Rankings (WUR) 2024. Pemeringkatan ini didasarkan pada sejumlah indikator penilaian, salah satunya adalah reputasi. Menurut Sekretaris Universitas UI, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D., setidaknya ada tiga jenis reputasi yang dijadikan indikator dalam pemeringkatan, yakni academic reputation, employer reputation, dan alumni reputation. Ketiga indikator itu digunakan untuk melihat bagaimana reputasi UI di kalangan akademik dan pengguna lulusan, serta bagaimana reputasi lulusan UI.

Dalam sebuah kesempatan, dr. Agustin menjelaskan bahwa reputasi universitas dibangun berdasarkan reputasi akademisinya. “Setiap bidang keilmuan memiliki kalangannya masing-masing,” ujarnya. Networking dipandang penting oleh dr. Agustin karena membuka kesempatan berkolaborasi di level internasional. Dosen yang tergabung dalam komunitas multilateral berpeluang menjalin kerja sama bilateral dengan universitas lain.

Oleh karena itu, UI mendorong dosen-dosennya untuk berkolaborasi dengan mitra internasional di bidang pendidikan dan riset bersama. Publikasi dari hasil riset bersama ini akan berpengaruh pada sitasi yang ternyata juga merupakan indikator dalam pemeringkatan.

Selain academic reputation, employer reputation juga menjadi tolak ukur dalam pemeringkatan. Reputasi universitas di hadapan employer ditentukan oleh mutu dari lulusan. Semakin banyak employer yang memuji kualitas lulusan sebuah universitas, semakin baik reputasi universitas tersebut. Untuk itu, UI terus berupaya memberikan pengajaran terbaik demi lahirnya alumni yang hebat, sehingga employer puas dengan skill dan kapasitas lulusan UI.

Menurut dr. Agustin, reputasi UI di kalangan employer salah satunya dibangun melalui jaminan bahwa lulusan UI memiliki mutu yang bagus. UI menyiapkan kurikulum terbaik agar kualitas lulusan yang dihasilkan sesuai atau bahkan melebihi kebutuhan employer. “UI melibatkan para employer dari proses updating kurikulum hingga ke bahan kajian. Bila perlu, employer dan profesional kita libatkan untuk mengajar. Tujuannya adalah untuk menjaga relevansi dari program pendidikan yang diselenggarakan,” kata dr. Agustin.

Dalam pemeringkatan, alumni reputation juga menjadi indikator penilaian karena alumni dapat dengan jujur menilai kesesuaian ilmu yang didapatkan di universitas dengan kebutuhannya di dunia kerja. Untuk itu, dr. Agustin menilai bahwa feedback dari alumni sangat penting bagi kemajuan pendidikan.

Ia mengatakan, “UI terus menjaga relasi dengan para alumni agar keduanya saling memberikan manfaat. Informasi tentang kesesuaian program dan produk UI dengan kebutuhan di dunia kerja diperoleh dari alumni. UI juga mendapat masukan dari mereka terkait skill yang mungkin dikembangkan sebagai continuous professional education. Tentunya, ini dilakukan agar alumni UI semakin terdepan dan menjadi bagian dalam pembelajaran seumur hidup atau long life learning.”

Ketiga reputasi tersebut tidak dapat dibangun sendiri. UI membutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak (n-helix) untuk menghadirkan pendidikan yang berkualitas. Pihak-pihak tersebut, di antaranya government (pemerintah), industri, civil society, media, dan masyarakat. Dengan pemerintah, UI bekerja sama mengelola resources yang tersedia melalui penyediaan berbagai fasilitas pembelajaran dan penelitian. Tak hanya itu, para pegawai di lembaga pemerintah juga berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan di UI melalui skema beasiswa.

Dengan mitra industri, UI bekerja sama di bidang riset inovasi untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan masyarakat. Kerja sama ini dilakukan dari tahap awal (hulunisasi) agar produk yang dihasilkan tepat sasaran dan dapat dipasarkan. “Banyak produk inovasi yang dihasilkan UI, salah satunya Ventilator Covent-20 untuk membantu pasien Covid-19. Setelah dibuat oleh periset UI, produk ini selanjutnya diproduksi secara massal oleh industri. Dari hasil penjualannya, UI telah menerima royalti.”

Meski begitu, dr. Agustin menekankan pentingnya menjaga etika dalam kerja sama. Penelitian yang dilakukan oleh periset UI tidak boleh menguntungkan salah satu pihak. “Misalnya, kita meneliti obat yang diproduksi suatu perusahaan. Besar sekali godaannya untuk mengeluarkan hasil bahwa obat tersebut memiliki manfaat dan efek yang bagus. Akan tetapi, kita punya values yang sesuai dengan prinsip UI, yakni Veritas, Probitas, Iustitia. Jadi, walaupun ada kerja sama, kita tidak akan melakukan penipuan. Penelitian kita harus benar, jujur, dan adil,” ujarnya.

Produk-produk yang dihasilkan UI, baik itu di bidang sains-teknologi, sosial-humaniora, maupun kesehatan perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Edukasi ini tentu terbatas jika hanya mengandalkan pemerintah dan akademisi. Oleh sebab itu, kerja sama dengan pihak civil society dan media perlu dilakukan agar informasi terkait inovasi dapat diteruskan dan manfaat dari produk tersebut dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.

“Civil society memiliki jejaring dan resources, sementara media adalah kawan kita dalam menyebarkan informasi. Jangan lupa, tujuan akhir UI adalah menjadi guru. UI bisa memberi edukasi secara luas kepada masyarakat tentunya melalui media. Jadi, jika kita ingin menjalankan fungsi sebagai guru bangsa, kita harus berteman dengan media,” kata dr. Agustin. Di akhir wawancara, ia menambahkan bahwa kunci menjaga kemitraan dengan berbagai pihak, UI harus menjaga mutu, membangun kepercayaan, dan tentunya terus melakukan perbaikan (continuous improvement).

 

Penulis: Sasa

Related Posts