iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Guru Besar UI Prof. Teguh Kurniawan: Etika Berperan Besar dalam Membuat Kebijakan di Era Disrupsi

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Guru Besar UI Prof. Teguh Kurniawan: Etika Berperan Besar dalam Membuat Kebijakan di Era Disrupsi

Prof. Dr. Teguh Kurniawan, S.Sos., M.Sc., kemarin (6/9) dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Public Governance, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI). Prosesi pengukuhan tersebut dipimpin langsung oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., di Balai Sidang, Kampus UI Depok. Pada kesempatan tersebut, Prof. Teguh menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Tantangan Governansi Publik di Era Disrupsi: Memperkuat Peran Etika dalam Pembuatan Kebijakan”.

Saat ini, teknologi digital berkembang sangat pesat, seperti internet, komputasi awan, kecerdasan buatan, dan perkembangan teknologi lainnya. Namun, perkembangan teknologi ini juga memicu disrupsi dan mengubah cara bisnis, industri, dan masyarakat dalam beroperasi. Hal ini membawa perubahan yang berdampak pada berbagai aspek, salah satunya adalah governansi. Prof. Teguh menyampaikan, jika pemerintah bersama dengan masyarakat dan sektor bisnis tidak cukup tanggap melihat peluang dan ancaman evolusi teknologi, maka negara tidak akan lepas dari kondisi pengangguran dan dislokasi sosial meningkat, demokrasi perwakilan akan kesulitan mewujudkan, dan ekpektasi warga negara terabaikan.

Lebih lanjut, disrupsi terjadi tidak hanya karena perkembangan teknologi, tetapi juga akibat terjadinya perubahan pada aspek sosial, politik, dan lingkungan hidup. Dalam aspek sosial misalnya, perubahan nilai dan preferensi masyarakat serta kemunculan generasi baru dengan pandangan dan kebiasaan yang berbeda. Hal ini akan membawa kepada tuntutan untuk dapat menyesuaikan proses governansi dan pembuatan kebijakan publik yang selaras dengan situasi tersebut. Begitu juga dengan adanya perubahan iklim maupun krisis lingkungan yang menuntut sektor publik untuk dapat menyesuaikan diri dalam pelaksanaan governansi dan proses pembuatan kebijakan publiknya.

Pada titik ini, etika memainkan peran penting dalam proses pembuatan kebijakan publik di era disrupsi, sehingga dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral, keadilan, dan kepentingan masyarakat. Disrupsi baik yang disebabkan oleh kemajuan teknologi maupun penyebab lainnya telah menimbulkan tantangan yang kompleks sehingga membutuhkan pertimbangan etika yang mendalam dalam pelaksanaan governansi maupun pembuatan kebijakan publik.

Dalam konteks Indonesia, sepanjang pengalamannya sebagai dosen dan melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi, Prof. Teguh mengungkapkan terdapat tiga hal penting yang menjadi landasan pembuatan kebijakan yang berpihak pada kepentingan besar negara ini dalam jangka panjang. Pertama, proses politik pembuatan kebijakan publik tidak boleh keluar dari tujuan besar sebuah kebijakan disusun. Sekalipun kebijakan ini sedikit banyak tidak sejalan dengan kepentingan kelompok yang menjadi influencer kebijakan. Sebab tidak ada pertarungan besar untuk sebuah negara yang mengabaikan kepentingan besarnya hanya untuk memuluskan kepentingan kelompoknya saja. Dengan demikian, proses penyusunan kebijakan pada tataran politik etikanya mengacu kepada kepentingan besar negara.

Kedua, penyusun kebijakan harus berdiri diatas bukti yang benar, proporsional dan mencakup multidisiplin. Sehingga, semua informasi, data, dan bahan untuk penyusunan kebijakan menjadi pertimbangan dan tidak ada pengabaian pada informasi sekecil apapun. Era disrupsi ditandai dengan terbukanya akses atas data dan informasi seluas mungkin yang kita kenal dengan big data. Ketiga, kebijakan tidaklah didesain tanpa diimplementasikan. Masalah terbesar dalam proses governansi publik terletak pada munculnya discrepancy yang besar antara tujuan kebijakan yang ada di atas kertas dengan yang terjdi di lapangan. Oleh karena itu, etika sekali lagi menjadi moral compass untuk memastikan tidak ada discrepancy kebijakan.

“Tidak satupun dari kita yang tidak berperan dalam proses governansi publik baik secara langsung maupun tidak langsung. Selama ini, mungkin kita hanya melihat peran besar hanya pada penyusun kebijakan. Tetapi, sesungguhnya keberhasilan sebuah proses governansi publik membutuhkan tidak hanya penyusun kebijakan tetapi peran kita sebagai subyek kebijakan. Karenanya, etika tidak hanya menuntut pembuat kebijakan saja, tetapi juga kita semua dituntut untuk beretika,” ujar Prof. Teguh.

Dalam pengukuhannya yang disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve ini, tampak hadir Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Dr. Didid Noordiatmoko, M.M.; Komisioner Pokja Pengawasan Bidang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Wilayah I, Komisi Aparatur Sipil Negara Dr. Rudiarto Sumarwono; Sekretaris Utama, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Dr. Adhianti, S.IP., M.Si.; Wakil Komisaris Utama Bank Mandiri Tbk Drs. Andrinof Achir Chaniago, M.S.i.; Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si.; Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi dan Peningkatan Daya Saing, Sekretariat Wakil Presiden RI Guntur Iman Nefianto, S.E., S.H., M.H..; dan Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dam Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dr. Rasio Ridho Sani, M.Com., M.P.M.

Prof. Teguh berhasil menamatkan pendidikan Sarjana Ilmu Administrasi di UI pada 2000. Kemudian, pada 2003 ia melanjutkan pendidikannya dan mendapatkan gelar Master of Science dalam bidang Urban Environmental Management, Wageningen University & Institute for Housing and Urban Development Studies, Belanda. Lalu, ia kembali ke UI untuk menjalankan pendidikan doktornya dan mendapatkan gelar Doktor Ilmu Administrasi pada 2017. Beberapa karya ilmiahnya yang terindeks Scopus, di antaranya berjudul Assesing the national complaint handling system in Indonesia (LAPOR!) using the design-reality gap model (2023); Discretion as a Factor in Corruption: A Case from Indonesia (2022); dan Collaborative governance in managing plastic waste in Bali (2021).

Related Posts