iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Jumlah Pemimpin Perempuan Meningkat, namun Work-Life Balance dan Gender Bias Masih jadi Kendala Capai Posisi Puncak

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Jumlah Pemimpin Perempuan Meningkat, namun Work-Life Balance dan Gender Bias Masih jadi Kendala Capai Posisi Puncak

“Pemberdayaan perempuan bukan tentang memberikan kekuasaan, melainkan memberikan akses terhadap pengetahuan, ketrampilan, dan sumber daya pembangunan lainnya. Selain itu, perempuan berhak mendapat dukungan untuk tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mampu menghadapi tantangan zaman,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada acara Indonesia Women Leaders Forum (IWLF) 2023 di Assembly Hall Menara Mandiri, Jakarta (30/11).

IWLF 2023 bertajuk “EmpoweringHER: Smart, Confident & Resilient Women Leaders” diikuti oleh lebih dari 200 perempuan pemimpin dari lintas sektor dan organisasi. Acara yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia (UI) melalui unit usaha Daya Makara dan UI Leadership Development Center (UI LDC) tersebut menghadirkan tokoh-tokoh perempuan inspiratif dari berbagai bidang, seperti pemerintahan, BUMN, korporasi, perusahaan, pengusaha, dan peneliti.

Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), proporsi perempuan di Indonesia menduduki posisi manajerial mencapai 32,26% pada tahun 2022. Persentase tersebut menunjukkan kenaikan dari proporsi pada tahun 2015 yang hanya mencapai 22,32%. Kenaikan yang cukup signifikan ini menunjukkan adanya potensi untuk mengembangkan kepemimpinan perempuan di Indonesia.

Menurut I Gusti Ayu Bintang, sesuai dengan UUD 1945 yang diturunkan dalam peraturan-peraturan, telah diamanatkan jaminan perlindungan dan kesetaraan bagi seluruh penduduk Indonesia. Ia menambahkan, perempuan merupakan setengah dari penduduk Indonesia, sehingga peningkatan kualitas dan kesetaraan perempuan akan menentukan kemajuan dan kesejahteraan Indonesia di masa depan.

Direktur Pengelolaan dan Pengembangan Unit-unit Usaha (DPPU) UI, T. M. Zakir Machmad, Ph.D, menyampaikan bahwa forum ini diselenggarakan sebagai wadah diskusi dan tukar pikiran dengan pemangku kepentingan dalam memahami peran kepemimpinan perempuan di Indonesia. “UI turut bangga dengan kemajuan perkembangan kepemimpinan di Indonesia, khususnya kepemimpinan perempuan. Untuk menjawab tantangan dan peluang di bidang pembangunan keberlanjutan, kepemimpinan perempuan harus berperan tidak hanya sebagai objek dari kemajuan, tetapi juga subjek dalam pembangunan,” ujar Zakir.

Diskusi publik pada IWLF 2023 mendatangkan beberapa narasumber, di antaranya Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Masyita Crystalin; Ketua HIPMI Womenpreneur, Melissa Hamid; President Director Prudential, Michelina Triwardhany; Director of Human Resources PT Pupuk Indonesia, Tina Kemala Intan; dan medical doctor, dr. Lula Kamal. Kelima narasumber mengulas berbagai tantangan dalam pengembangan kepemimpinan perempuan di Indonesia.

Menurut Masyita, perempuan di Indonesia hingga saat ini masih minoritas untuk menjadi pemimpin di perusahaan. Untuk itu, mereka harus memiliki kemampuan dalam komunikasi, networking, building teamwork, handling office politics, dan resolving conflict. Women leader juga harus memiliki rasa percaya diri tinggi yang berfokus pada kekuatan dan kemampuan dalam membangun hubungan dengan jaringan yang luas; serta memiliki inovasi baru melalui kolaborasi dan pengembangan diri.

Perkembangan pola pikir, ilmu pengetahuan, dan teknologi saat ini membuat perempuan memiliki kapasitas untuk mengembangkan diri dan dapat memperjuangkan kesetaraan hak kaumnya. Meski demikian, tantangan yang dihadapi perempuan makin kompleks. Menurut Michelina, work-life balance dan gender bias masih menjadi kendala perempuan dalam mencapai posisi kepemimpinan.

“Tantangan work-life balance yang dimaksud adalah mampu menjadi perempuan yang terorganisir dan disiplin dalam menetapkan batasan, menemukan prioritas, mendelegasikan dan bersikap pragmatis, memanfaatkan teknologi dengan bijak, serta menjaga dan merawat diri. Sementara, gender bias mencakup personal bias, limiting beliefs, cultural bias, unconscious bias, dan gender traits,” kata Michelina.

Sebagai seorang pemimpin, perempuan harus tangguh. Perempuan tangguh adalah yang setara dengan laki-laki. Perlu adanya usaha yang lebih besar bagi perempuan untuk dapat menjadi pemimpin, yakni usaha dalam memahami risiko, selalu belajar dari kesalahan, dan berani dalam mengambil tindakan. “Perempuan yang confident harus cerdas dalam menutupi kekurangannya. Ubah kekurangan tersebut menjadi ciri khas diri. Kemudian, ubah pemikiran dan perilaku, serta jangan ragu untuk mengakui bahwa perempuan juga ingin berada di kedudukan tinggi,” ujar dr. Lula Kamal.

 

Penulis: Anida | Editor: Sasa

Related Posts