iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Membangun Zona Integrasi untuk Menuju UI yang Lebih Baik

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Membangun Zona Integrasi untuk Menuju UI yang Lebih Baik

Penulis: Almas Bimantara

Dalam rangka memperkuat implementasi reformasi birokrasi di tingkat universitas dan mempersiapkan seluruh unit kerja beserta fakultas yang ada di Universitas Indonesia (UI) untuk dapat menerapkan zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani dan wilayah bebas dari korupsi, UI menyelenggarakan Sosialisasi Zona Integritas Internal UI. Acara ini dilaksanakan pada Senin, 18 Oktober 2021 secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.

Acara diawali dengan sambutan yang disampaikan oleh dr. Agustin Kusumayati, M.Sc.,Ph.D, selaku Sektretaris UI. dr. Agustin menyebut bahwa perkembangan teknologi yang terjadi saat ini, ditambah kondisi pandemi yang sedang berlangsung mengakibatkan berbagai perubahan pada berbagai hal. Untuk bisa menghadapinya adaptasi harus bisa diterapkan, termasuk juga organisasi UI yang harus mampu bertransformasi menjadi organisasi yang lebih maju, modern, dan lincah sehingga memiliki kemampuan yang tangguh dalam menghadapi setiap perubahan. UI sendiri sudah dari lama mencanangkan diri untuk membuat wilayahnya menjadi zona integritas yang yang mencakup wilayah bebas dari korupsi dan wilayah birokrasi bersih dan melayani. Namun, hingga tahun lalu UI belum menunjukan langkah-langkah sistematis untuk menuju zona integritas tersebut. Hingga pada 2020 lalu Kemendikbud Ristek mengikutsertakan UI dalam penilaian zona integritas, sehingga UI mulai membuat langkah terstruktur untuk menuju pencapaian tersebut salah satunya dengan membentuk gugus tugas reformasi birokrasi dan transformasi universitas.

Selanjutnya acara dilajutkan dengan mendengarkan paparan materi dari Suwitno, S.E. MM, (Ketua Zona Integritas LLDikti) tentang zona integritas. Suwitno menyebut reformasi birokrasi dan pencegahan korupsi merupakan hal yang sesuai dengan lima arahan dari Presiden RI. Reformasi birokrasi yang diusahakan tersebut diharapkan dapat menciptakan birokrasi yang bersih dan akuntabel, kapabel, dan memiliki layanan publik yang prima. Dalam reformasi birokrasi ini ada delapan hal yang dapat dimaksimalkan, yang meliputi budaya kerja, tata laksana, sumber daya manusia, deregulasi kebijakan, pengawasan, akuntabilitas, pelayanan publik, dan organisasi.

Selain reformasi birokrasi, zona integritas juga mencakup pencegahan korupsi. Korupsi merupakan permasalahan serius yang memiliki banyak dampak buruk seperti menghambat kesejahteraan hingga pembangunan. Terdapat beberapa langkah yang bisa diterapkan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Langkah-langkah tersebut terdiri dari memperbaiki regulasi dan tata kelola kelembagaan, pengawasan dan melibatkan partisipasi publik, dan penguatan strategi pencegahan korupsi yang dapat dilakukan dengan survei persepsi integritas, kajian-kajian sektor strategis, hingga menyelenggarakan pendidikan antikorupsi

Terdapat beberapa langkah strategis yang dapat diterapkan untuk membangun zona integritas yang di antaranya adalah komitmen, kemudahan pelayanan, program yang menyentuh masyarakat, monitoring evaluasi, dan manajemen media.

Kemudian acara berlanjut dengan narasumber berikutnya yaitu, Dr. Teguh Kurniawan M.Si, (Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FIA UI) yang membahas tentang whistleblowing sysytem di perguruan tinggi. Dalam paparannya, Teguh menjelaskan whistle blower (peniup peluit) merupakan seseorang yang mengungkapkan kesalahan dalam sebuah organisasi kepada publik kepada pihak yang mempunyai kewenangan. Peniup peluit biasanya memberikan informasi mengenai hal tidak benar yang dilakukan suatu organisasi baik itu tentang korupsi, penyuapan, penipuan, dan yang lainnya.

Peniup peluit saat ini dinilai cukup penting terlebih dalam masa pembangunan zona integritas saat ini. Hal ini didasarkan pada hasil survei yang menunjukkan bahwa lebih banyak penipuan yang ditemukan melalui pelaporan dibandingkan dengan audit internal. “Karenanya sistem whistleblowing ini juga menjadi sesuatu hal yang penting untuk dikembangkan dan dibangun, sehingga itu bisa menjadi upaya kita untuk memperbaiki organisasi kita,” tambah Teguh.

Menjadi seorang peniup peluit bukanlah hal yang cukup mudah karena memiliki berbagai konsekuensi. Seperti dipaksa meninggalkan organisasinya, kehidupannya maupun keluarganya bisa dalam bahaya, reputasi organisasinya turun, hingga penahanan. Supaya terhindar dari hal-hal buruk tersebut, peniup peluit harus dengan etis dalam menyuarakan informasinya. Peniup peluit dianggap etis apabila kasus yang diungkapkannya menimbulkan kerugian besar bagi publik. Selain itu peniup peluit juga harus mempunyai bukti yang terdokumentasi dan alasan yang sah tentang pengungkapan kesalahan tersebut. Walaupun cukup penting, tetapi whistleblowing seharusnya dijadikan pilihan terakhir ketika dianggap tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah.

Sesi pemaparan selanjutnya kemudian dilanjutkan oleh Amien Sunaryadi Ak MPA CISA (Komisaris Utama PLN) yang membawakan materi tentang konflik kepentingan di sektor publik. Berdasarkan paparannya, konflik kepentingan biasanya terjadi ketika ada benturan antara tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatannya dengan kepentingan pribadi. Selain itu, bisa juga terjadi benturan antara tupoksi suatu organisasi dengan tupoksi organisasi lainnya yang dijalankan bersamaan. Oleh karena itu, dalam mengambil keputusan harus memerhatikan pengambilan keputusan tersebut atas nama atau posisi apa.

Konflik kepentingan tentu akan berbahaya bagi organisasi itu sendiri dan juga terhadap publik jika organisasi tersebut menghasilkan kebijakan yang berlaku untuk publik. Untuk itu, diperlukan beberapa strategi khusus untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan seperti memberlakukan peraturan yang melarang adanya situasi atau kondisi konflik kepentingan. Jika terdapat situasi yang berpeluang terjadi konflik kepentingan yang tidak bisa dihindari maka yang bersangkutan harus membuat deklarasi yang berisi ketidakikutsertaannya dalam pengambilan keputusan kepada pimpinan. Selain itu, langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah pembuatan pakta integritas yang menginstruksikan untuk menghindari konflik kepentingan yang harus ditandatangani oleh seluruh anggota yang berada di dalam organisasi tersebut.

Related Posts