id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Menelisik Bias dalam Opini Ahli

Universitas Indonesia > Berita > Menelisik Bias dalam Opini Ahli

Rabu (07/03/2018), Departemen Kriminologi FISIP UI mengadakan diskusi publik tentang “Obstruction of Justice & Peran Forensik ”, bertempat di Auditorium Anak Nusantara.

Diskusi ini menghadirkan dua pembicara dengan latar belakang keilmuan yang berbeda, yakni Prof. Herkutanto (Guru Besar Fakultas Kedokteran UI) dan Prof. Muhammad Mustofa (Guru Besar Kriminologi UI).

Istilah obstruction of justice digunakan untuk menyebut perbuatan yang menghalang-halangi proses penegakan hukum. Menurut Prof. Herkutanto, obstruction of justice dapat terjadi pada opini expert evidence yang bias. Dalam judicial forensic, idealnya expert evidence berperan memberikan informasi untuk mengurangi ketidakpastian benda-benda material yang ada, diibaratkan seperti membuat benda-benda mati yang tidak bisa berbicara menjadi berbicara.

“Nah, membuat benda menjadi berbicara ini kan memakai akal manusia, sekarang tergantung pada manusianya”, ucap Prof. Herkutanto.

Pada prakteknya, kualitas opini yang dikeluarkan oleh expert forensic evidence dipengaruhi oleh angle of vision seperti umur, gender, latar belakang budaya, kelas atau hierarki sosial, tingkat pendidikan, dan sejarah pribadi tersebut.

Prof. Herkutanto mengungkapkan bahwa ini menjadi tantangan tersendiri karena dapat menuntun pada opini yang bias, apabila dibarengi dengan kurangnya critical thinking atau justru framing of evidence. Perbuatan framing of evidence dapat dilakukan dengan memilih alat bukti yang dapat menimbulkan efek/kesan yang dikehendaki.

“Biasanya klaimnya adalah menggunakan fakta-fakta tertentu untuk men-support suatu argumen yang ingin didapatnya, dia punya interest disitu, dan ignore fakta-fakta yang lain. Masih ada fakta yang lain tapi tidak diomongin”, terangnya.

Untuk menghindari terjadinya obstruction of justice, terdapat 4 kaidah yang harus dipenuhi, yakni independensi, netralitas, objektivitas, dan imparsialitas. Pembicara kedua, Prof. Muhammad Mustofa, mengamini keempatnya harus menjadi sikap bagi para ahli yang dihadirkan hakim dalam pengadilan.

Sumber : fisip.ui.ac.id

Related Posts

Leave a Reply