Penulis: Satrio Alif
Dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Sumpah Pemuda, Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan diskusi publik pada hari Kamis (28/10). Setiap sesi pada kegiatan ini menghadirkan narasumber-narasumber kompeten pada bidangnya, salah satunya adalah Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama.
Dalam pemaparannya Yaqut berbicara tentang peran penting keberagaman untuk mewujudkan kemajuan Indonesia. Yaqut mengawali pemaparannya dengan menyatakan bahwa kerukunan merupakan kunci untuk menjaga keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia. Keberagaman ini harus dikelola dengan baik agar semua anak bangsa bisa berkembang dan melengkapi dalam rangka mewujudkan kehidupan kebangsaan yang harmonis.
Langkah pengelolaan keberagaman yang baik tersebut dilaksanakan melalui pemberian ruang bagi masing-masing identitas yang ada di masyarakat untuk berekspresi dan memunculkan eksistensinya. Dengan ruang yang diberikan tersebut, diharapkan dapat membangun kesadaran hidup bersama di masyarakat Indonesia yang berasal dari identitas yang beragam. Kesadaran kehidupan bersama tersebut akan berperan untuk mencegah munculnya egoisme dari beberapa kelompok yang merasa dirinya lebih dari yang lain (chauvinism).
“Dalam rangka menjaga kesadaran hidup bersama antar masyarakat di Indonesia, saya rasa negara melalui pemerintah penting untuk berusaha mencegah timbulnya benih-benih perpecahan. Setidaknya, benih-benih perpecahan di antara anak bangsa. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah tersebut dicerminkan dengan keberadaan program prioritas moderasi beragama di Kementerian Agama,” ujar Yaqut.
Program moderasi beragama ini dilaksanakan oleh Kementerian Agama berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJMN) 2019 – 2024 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Program ini bertujuan untuk menciptakan kehidupan beragama, mulai dari tingkat keluarga, lingkungan masyarakat, sampai dengan kehidupan bernegara. Program ini sendiri diharapkan dapat berlaku di lingkungan internasional setelah pelaksanaannya berhasil di tingkat nasional.
Moderasi beragama yang dilaksanakan akan menitikberatkan kepada fungsi kerukunan sebagai perekat kesatuan dan persatuan bangsa. Kerukunan dapat terwujud manakala masyarakat Indonesia memiliki pemahaman dan praktik keagamaan yang moderat. Pemahaman yang moderat ini bukan berarti pemahaman tentang agama yang dimoderasi, akan tetapi yang dimoderasi adalah praktik dalam beragamanya yang dilenturkan.
“Dalam moderasi beragama, seringkali ditemukan salah kaprah kalau yang dimoderasi adalah ajaran agamanya. Sehingga, konsep moderasi beragama seringkali dianggap suatu upaya untuk mereduksi ajaran agama. Namun, sebenarnya moderasi agama yang dimaksud di sini adalah moderasi dalam pelaksanaan praktik keagamaannya. Artinya, setiap dari kita memiliki kewajiban untuk memegang erat keyakinan dan disaat yang sama menghargai orang lain yang memiliki keyakinan berbeda dengan kita. Inilah kunci utama dari moderasi beragama,” ujar Yaqut.
Pemaparan Yaqut terkait moderasi beragama ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan diskusi publik ini, yaitu menghadirkan berbagai pandangan terkait keberagaman Indonesia dalam berbagai perspektif, mulai dari kebudayaan sampai dengan perekonomian. Sesi pertama dalam diskusi publik ini membahas tentang harmoni keberagaman menuju Indonesia yang tangguh dan mandiri. Sedangkan, sesi kedua diskusi publik ini akan membahas tentang gotong royong generasi muda untuk mewujudkan kebangkitan Indonesia.
Selain Yaqut, sesi pertama juga menghadirkan beberapa narasumber lainnya, yaitu M. Arsjad Rasjid P.M (Ketua Umum Kamar Dagang Industri dan Industri Indonesia), Dr. Penny Kusumastuti Lukito (Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan), Prof. drh. Aris Junaidi, Ph.D. (Direktur Belmawa Kemendikbud Ristek), dan Prof. Suahasil Nazara, M.Sc., Ph.D (Wakil Menteri Keuangan).
