id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Pemanfaatan NADES dalam Proses Pembuatan Obat Herbal

Universitas Indonesia > Berita > Pemanfaatan NADES dalam Proses Pembuatan Obat Herbal

Indonesia telah lama dikenal sebagai negara penghasil rempah. Selain itu, banyak juga obat-obatan herbal yang diproduksi di sini dan pembuatannya memanfaatkan berbagai tanaman yang berkhasiat. Untuk memperoleh obat-obatan herbal, harus melewati sebuah proses yang menjadi perhatian dan menentukan kualitas,yaitu ekstraksi.

Proses ekstraksi memiliki tantangan tersendiri karena harus memilih pelarut yang bisa mengekstraksi senyawa aktif secara maksimal, aman, ekonomis, tidak mudah terbakar dan dapat didaur ulang. Hal ini dipaparkan oleh Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI), Prof. Dr. Abdul Mun’im, M.Si, Apt. dalam Pidato Pengukuhannya sebagai Guru Besar UI yang berjudul “Pemanfaatan Teknologi Hijau pada Pengembangan Bahan Baku dan Obat Herbal”.

Menurutnya, dalam rangka pengembangan obat herbal,diperlukan sentuhan teknologi. Hal ini dilakukan agar kualitas meningkat dan keamanan produk terjamin. Prof.Abdul lalu menyebutkan sebuah pelarut pengekstrasi bernama NADES (Natural Deep Eutectic Solvent) sebagai alternatif pelarut yang lebih aman.

NADES adalah campuran yang memiliki titik leleh jauh di bawah titik leleh setiap senyawa, biasanya di bawah 100°C. Menurut Prof. Abdul, pelarut ini memiliki beberapa keunggulan.“Memiliki rentang polaritas lebar, sehingga memiliki kapasitas pelarutan yang baik untuk senyawa dengan berbagai polaritas, bahan yang digunakan sederhana dan murah, tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar,” katanya pada acara yang digelar Sabtu, (23/3/2019) di Balai Sidang UI, Depok itu.

Kendati demikian, menurut Prof. Abdul NADES juga memiliki beberapa kekurangan, seperti densitas dan viskositas tinggi dibandingkan pelarut konvensional. Penambahan air dan peningkatan suhu dapat digunakan untuk masalah tersebut, tetapi hal ini akan menyulitkan proses selanjutnya.

Prof. Abdul lalu mengatakan, akan menguntungkan jika pelarut yang digunakan merupakan eksipien pada sediaan akhir, seperti kosmetik, sediaan farmasi, maupun produk pangan. “Karena tidak diperlukan proses pemurnian,” imbuhnya.

Related Posts

Leave a Reply