id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Risiko Interaksi Obat terhadap Penderita Covid-19

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Farmasi > Risiko Interaksi Obat terhadap Penderita Covid-19

Penulis: Almas Satria

Sabtu (24/7/2021) Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI) melaksanakan talkshow dengan tema Bertemu Pakar untuk Menjawab Bagaimana Risiko Interaksi Obat pada Penderita Covid-19, secara daring melalui kanal YouTube milik FFUI. Talkshow ini menghadirkan Prof. Dr. apt. Retnosari Andrajati, MS. Selaku Guru Besar FFUI dan Kepala Unit Farmasi dan CSSD RSUI serta Prof. Dr. apt. Yahdiana Harahap, M.Si. selaku Guru Besar FFUI dan Kepala Laboraturium Bioavailabilitas-Bioekivalensi FFUI sebagai pembicara.

Prof. Retnosari menjelaskan bahwa interaksi obat merupakan peristiwa interaksi antarobat yang jumlahnya lebih dari satu yang dikonsumsi dalam waktu yang bersamaan. Interaksi ini tidak terbatas pada obat tetapi juga berlaku terhadap makanan ataupun minuman yang dikonsumsi berbarengan obat. Interaksi obat memiliki berbagai efek, baik positif, negatif, maupun netral. “Jadi bisa ada sesuatu kaitan satu dengan yang lainnya, pengaruhnya bisa baik bisa juga kurang baik,” ujar Prof. Retnosari.

Prof. Yahdiana menambahkan untuk melihat langsung efek interaksi obat Covid-19 dapat dilihat melalui laman https://www.covid19-druginteractions.org. Prof. Yahdiana juga menjelaskan bahwa efek interaksi bisa juga terjadi antara obat sintetis dan herbal. Interaksi ini terjadi karena di dalam herbal juga terkandung berbagai zat kimia, sehingga menurutnya lebih baik konsumsi obat herbal dilakukan setelah obat sintetis sudah mencapai efek puncaknya.

Untuk mengetahui dan mencegah efek negatif interaksi obat, pada praktiknya di lapangan selalu diadakan pemantauan baik oleh dokter, perawat, dan juga apoteker yang bertanggung jawab terhadap masalah-masalah terkait obat. Dokter yang memiliki wewenang meresepkan obat pasti akan memperhitungkan risiko interaksi yang bisa muncul, tetapi jika ada yang terlewat maka apoteker juga akan mencegah hal tersebut pada saat pasien ingin membeli obat.

Menurut Prof. Yahdiana, interaksi antarobat standar Covid-19 tidak ada, kecuali antara klorokuin, hidroksiklorokuin dengan azitromisin. Selain itu juga mungkin ada efek lain jika pasien memiliki komorbid.

Walaupun obat standar Covid-19 memiliki risiko kecil terkait efek negatif interaksi obat, tetapi Prof. Yahdiana tetap menekankan agar penggunaan obat tersebut tetap dikontrol. “Sekarang masyarakat kita, terutama yang isoman kan membeli sendiri-sendiri, yang obat keras juga dibeli harus dengan resep dokter, kemudian dia mengatur sendiri cara pemberian obatnya. Itulah yang dikhawatirkan,” tuturnya.

Terkait risiko interaksi obat pada Covid-19 menurut Prof. Retnosari, walaupun memang tidak ada obat tanpa efek samping, ditambah jika menggunakan lebih dari satu obat akan ada risiko terjadi interaksi obat, para nakes dan juga peneliti akan terus berusaha dan berkolaborasi untuk mengecilkan risiko tersebut dan meneliti Covid-19 agar kondisi pasien menjadi lebih baik.

Prof Yahdiana juga menambahkan bahwa obat yang dirilis ke pasaran pasti sudah memenuhi tiga hal, yaitu khasiat, keamanan, dan mutunya terjamin. Terkait efek samping, obat pasti memiliki efek samping, tetapi bisa dipastikan bahwa manfaatnya pasti akan lebih banyak. “Jadi kita harus bijaklah menggunakan obat, tetapi jangan takut. Kalau ada efek samping, Insya Allah efek sampingnya sudah diperkirakan, jadi kita jangan terlalu khawatir,” ujar Prof. Yahdiana menutup sesi seminar

Related Posts