id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Tiga Fase Menuju Pemulihan

Universitas Indonesia > Berita > Tiga Fase Menuju Pemulihan

Ekspektasi pemulihan ekonomi akan terjadi dengan cepat ala huruf V setelah karantina wilayah (lockdown) di Wuhan, China, dicabut tampaknya tidak akan segera terwujud. Meski pertokoan dan restoran sudah buka, trauma dan ketakutan pada penularan Covid-19 membuat masyarakat masih enggan melakukan aktivitas konsumsi. Di sisi produksi, kerusakan rantai pasok tak dapat segera diperbaiki sehingga pabrik, bahkan rumah makan, tidak dapat segera beroperasi karena kekurangan bahan baku dan bahan mentah. Pertumbuhan ekonomi China yang terkontraksi 6,8 persen pada triwulan I-2020 juga menunjukkan Wuhan sebagai salah satu pusat rantai pasok manufaktur yang terkait dengan seluruh negara dan dunia.

Data pertumbuhan ekonomi terbaru menunjukkan korelasi keketatan lockdown dengan pertumbuhan ekonomi. Amerika Serikat tumbuh negatif 4,8 persen pada triwulan I-2020. Perancis dan Spanyol tumbuh negatif 5,8 persen dan minus 5,2 persen, serta Italia minus 4,8 persen. Negara-negara yang memilih lockdown tidak terlalu ketat, seperti Jerman dan Inggris, tumbuh minus 2,2 persen, sedangkan Swedia dan Belanda minus 0,3 persen dan minus 0,5 persen.

Jepang barangkali merupakan negara yang paling sadar menjaga rantai pasok. Jepang yang dari awal tidak mendeklarasikan karantina wilayah, tetapi darurat kesehatan, tum- buh minus 1,8 persen.

Negara-negara itu mengklaim menggunakan data dan sains dalam pembukaan kembali ekonomi. Namun, waktu relaksasi juga dipengaruhi data pertumbuhan ekonomi yang memprihatinkan. Salah satu hal yang kompleks dalam relaksasi lockdown adalah menggiring ekspektasi masyarakat ke arah normal baru dengan menyeimbangkan kedaruratan kesehatan sekaligus menjaga perekonomian tetap berjalan.

Fase perlambatan
Di Indonesia, pencegahan penularan Covid-19 dilakukan dengan membatasi interaksi sisi permintaan dan produksi perekonomian melalui pembatasan sosial berskala besar.

Kendati demikian, kondisi darurat kesehatan tetap berpe- ngaruh terhadap keyakinan konsumen. Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada April melemah tajam ke 84,8 dari 113,8 pada bulan sebelumnya. Ekspektasi negatif ini konsisten dengan penurunan konsumsi barang-barang tahan lama, seperti elektronik, furnitur, dan perkakas rumah tangga. Akibatnya, pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan I-2020 hanya 2,84 persen secara tahunan, turun dari 5,02 persen pada triwulan sebelumnya.

Secara keseluruhan, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) triwulan I-2020 sebesar 2,97 persen juga menunjukkan dampak dari Covid-19 sudah dirasakan pada Februari di sektor transportasi dan pariwisata. Penurunan jumlah wisatawan dari luar negeri merambat ke sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Transportasi dan pergudangan turun dari 5,45 persen ke 1,27 persen. Sektor perdagangan melemah ke 1,97 persen dari 5,21 persen pada triwulan sebelumnya. Hotel dan restoran terpangkas dari 5,87 persen ke 1,95 persen. Berda- sarkan pengalaman dari beberapa krisis sebelumnya di dalam negeri dan luar negeri, justru sektor-sektor ini yang akan pulih lebih dulu. Potensinya sebagai jangkar pemulihan sangat besar, dengan syarat prosedur ketat pencegahan Covid-19 diterapkan dengan disiplin yang tinggi. Kuncinya, mencari keseimbangan yang tepat.

Fase flatliner
Fase ini akan berjalan di triwulan II dan III-2020. Awalnya ditandai pertumbuhan yang sangat rendah, bahkan negatif, antara -1,1 persen dan -0.3 persen pada triwulan II. Kemudian disusul pertumbuhan rata (flat) pada triwulan III, yakni antara -0,1 dan 0,5 persen. Pola pemulihan akan berbentuk huruf U dengan pola bergerigi di pinggirnya. Hal ini menunjukkan, walaupun sektor perdagangan, hotel, dan restoran berpotensi mengikuti pola pemulihan cepat ala V, sektor manufaktur dengan porsi dalam PDB yang sekitar 22 persen masih akan menjadi hambatan. Penyebabnya, masyarakat akan mengutamakan kebutuhan sandang-pangan, hiburan, dan rekreasi, tetapi menunda konsumsi barang tahan lama paling tidak sampai triwulan IV-2020. Jika kelak terjadi percepatan per- tumbuhan, manufaktur akan dimotori sub-industri makanan dan minuman. Pada fase ini, untuk mencegah kontraksi perekonomian yang lebih dalam, pemerintah melakukan beberapa kebijakan, di antaranya perluasan perlindungan sosial, meminimalkan resesi pada sektor-sektor terdampak, perlindungan usaha mikro, kecil, dan menengah, serta relak- sasi perbankan dan relaksasi fiskal.

Fase normal baru
Perilaku hidup sehat, seperti pemakaian masker dan penya- nitasi tangan, menjaga jarak, dan penggunaan transaksi dalam jaringan, akan menjadi prosedur operasi standar dalam kehi- dupan sehari-hari. Kebutuhan normal baru akan menjadi peluang bagi pertumbuhan industri logistik dan transportasi, pendidikan berbasis daring, kesehatan, dan lainnya. Hal ini merupakan kesempatan untuk memperkuat kemandirian ekonomi, khususnya mengembangkan rantai pasok dalam negeri di bidang pertanian, industri, perdagangan, pariwisata, dan jasa-jasa umum. Jika skenario ini dapat tercapai, diperkirakan mulai terjadi percepatan di fase akhir pada triwulan IV-2020, dengan pertumbuhan 4 sampai 4,4 persen, yang momentumnya dapat dilanjutkan pada 2021.

Di era normal baru, kebijakan menyelamatkan nyawa manusia akibat wabah Covid-19 akan seiring sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi. Faktor pendekatan budaya akan melekat dalam merancang kebijakan publik di era normal baru pasca-Covid-19.

Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D

Artikel lengkap:
Tiga Fase Menuju Pemulihan, Kompas, Selasa, 26 Mei 2020 halaman 1 (Analisis Ekonomi).

Related Posts

Leave a Reply