id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI Tambah Dua Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia > Berita > UI Tambah Dua Guru Besar Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan dua Guru Besar Tetap dari Fakultas Kedokteran Gigi atas nama Prof. Dr. Miesje Karmiati Purwanegara, drg, SU, Sp.Ort(K) yang merupakan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ortodonti dan Prof. Dr. drg. Sri Lelyati, S.U., Sp.Perio(K) yang merupakan Guru Besar Tetap dalam bidang Periodonsia. Upacara pengukuhan dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. pada Sabtu (14/9) di Balai Sidang UI kampus Depok.

Dalam upacara pengukuhannya, Prof. Miesje menyampaikan pidato berjudul “Peranan Spesialis Ortodonti dalam Penanganan Penyimpangan Dentokraniofasial Penderita Obstruksi Saluran Napas Atas dengan Kebiasaan Bernapas melalui Mulut pada Masyarakat Indonesia.”

Obstruksi Saluran Napas Atas (OSNA) merupakan keadaan tersumbatnya pernapasan melalui hidung yang disebabkan oleh pembesaran amandel dan adenoid. Kondisi tersebut menyebabkan seorang individu mencari cara untuk mendapatkan pernapasan yang lebih lega, sehingga muncul kebiasaan buruk bernapas melalui mulut  (Napas Mulut atau NM).

Penelitian oleh MK Purwanegara membuktikan bahwa 80,4% penderita OSNA memiliki kebiasaan buruk NM. Kebiasaan NM mengubah postur tulang servikal dan  postur kepala (PK), dan berubahnya arah tumbuh kembang wajah sehingga mempengaruhi bentuk wajah atau morfologi dentokraniofasial (DKF).  Selain itu, pada anak-anak yang terdiagnosis menderita OSNA dengan NM, saluran napas akan menyempit sehingga akan muncul gejala mendengkur, dan napas terhenti atau apnea.

Prof. drg. Miesje menuturkan, “Usia 8 tahun merupakan usia kritis terjadinya penyimpangan pola wajah (DKF). Apabila anak yang berusia di bawah 8 tahun sudah terdiagnosis OSNA dengan NM kronis, maka sudah terdapat risiko terjadinya penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan wajah pada individu tersebut. Penampilan bentuk wajah yang sempit, panjang, profil yang cembung serta bibir yang terbuka, dapat mempengaruhi sosialisasi dan kondisi psikologis anak tersebut.

Dengan demikian, penyakit infeksi saluran napas atas harus dicegah terutama pada usia sebelum 8 tahun, atau dengan kata lain diagnosis dini dan upaya pencegahan merupakan faktor yang sangat penting.

Peran dokter gigi spesialis Ortodonti (Ortodontis) pada individu dengan diagnosis OSNA dengan NM adalah dalam penatalaksanaan penderita penyimpangan wajah atau dentokraniofasial, dimulai dari pemberian edukasi kepada masyarakat, deteksi dini, diagnosis sampai dengan pelaksanaan perawatan kondisi tersebut.

Perawatan oleh seorang ortodontis tersebut dapat dilakukan secara terintegrasi bersama dokter spesialis anak, spesialis THT, spesialis gigi anak, fisioterapis maupun psikolog sehingga tercapai tujuan perawatan yang ideal, dengan demikian generasi muda Indonesia dapat tampil seutuhnya sehat lahir maupun batin.”

Lebih lanjut, Prof. drg. Sri menyampaikan pidato berjudul “Periodontitis, Arah Perkembangan Ilmu Kedokteran Gigi Terkini serta Keterkaitannya dengan Peningkatan Kualitas Hidup Manusia.” The American Academy of Periodontology (AAP) dan The European Federation of Periodontology (EFP) telah yang menetapkan klasifikasi baru penyakit periodontal (jaringan penyangga gigi).

Prevalensi terjadinya penyakit periodontal akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Umumnya secara fisiologis mulai usia 35 tahun terjadi penurunan pada kondisi jaringan penyangga gigi. Masalah periodontal seringkali diabaikan oleh masyarakat.

 Prof.drg. Sri mengutarakan, “Tanda awal dari adanya kerusakan jaringan penyangga gigi adalah gusi berdarah, bau mulut dan jika sampai proses lanjut adalah gigi goyang yang akan mengganggu pengunyahan seseorang sehingga berdampak terhadap gangguan pada sistem stomatognatik dan dapat menurunkan kualitas hidup manusia.

Upaya pencegahan masalah periodontal dapat dilakukan masyarakat dengan menjaga kebersihan gigi dan mulut dengan baik dan benar (kapan saat yang tepat menyikat gigi dan bahwa sudah bersih sempurna), serta memeriksakan kondisi jaringan penyangga giginya ke dokter gigi secara rutin enam bulan sekali.

Upaya lain yang dapat dilakukan adalah menghentikan kebiasaan merokok, serta memantau status kadar glikemik (Hba1c) pada penderita diabetes melitus. Usaha untuk peningkatan kualitas hidup manusia dari segi kesehatan periodontal, memerlukan kolaborasi dari beberapa pihak secara sinergis, yaitu selain individu/pasiennya maka juga peran dokter gigi terutama spesialis periodonsia, spesialis penyakit dalam, spesialis jantung dan pembuluh darah serta pemerintah.”

Related Posts

Leave a Reply