iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

UI – Universitas Ochanomizu Selenggarakan Simposium Internasional Bahas Kepemimpinan Perempuan

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > UI – Universitas Ochanomizu Selenggarakan Simposium Internasional Bahas Kepemimpinan Perempuan

Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Universitas Ochanomizu, Jepang, menggelar simposium internasional dengan tema “Challenges & Key Empowerment Strategies for Women Leaders in India & Indonesia”. Tema ini dibahas dengan menghadirkan tiga pembicara utama yang dianggap mewakili sosok pemimpin perempuan di bidangnya masing-masing, yaitu Dr. Rajashi Gosh (Department Chair of Policy, Organization, & Leadership School of Education Drexel University, Amerika Serikat), Dr. Risantianti Kolopaking (Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah), dan drg. Nurtami, Ph.D., Sp,OF(K) (Wakil Rektor UI Bidang Riset dan Inovasi).

Dalam presentasinya Dr. Rajashi memaparkan permasalahan “dualisme modern” yang disematkan kepada perempuan di India. “Simbol Dewi Durga dengan banyak tangan menggambarkan ekspektasi yang disematkan kepada perempuan India. Mereka harus bisa multitasking melakukan semuanya di dua ranah, yaitu ranah profesional dan domestik.

Wanita harus sempurna, baik sebagai wanita karier di tempat kerja, maupun sebagai ibu, istri, dan anak yang baik di rumah. Pada perjalanannya, itu suatu ekspektasi yang tidak masuk akal dan memberatkan perempuan,” ujar Dr. Rajashi menjelaskan. Menurutnya, ekspektasi tersebut menyebabkan banyak wanita kemudian mengalami burn-out dan akhirnya memilih untuk melepaskan statusnya sebagai wanita karir.

Menyeimbangkan kehidupan antara ranah profesional dan domestik ini pula yang dipaparkan oleh Nurtami dalam presentasinya. Sebagai wakil rektor termuda di UI, ia mengatakan membagi waktu, tenaga, dan pikiran sudah menjadi kemampuan tersendiri yang didapatkannya karena tuntutan pekerjaan dan pengalaman hidup. Nurtami mengatakan bahwa sebagai pemimpin, justru seorang wanita harus melihat sisi kewanitaannya sebagai suatu nilai tambah, bukan kelemahan. Sifat empatik, kasih sayang, dan pengertian yang menjadi ciri khas perempuan justru harus ditonjolkan, sehingga kepemimpinan kita berbasis aunthenticity, orisinalitas terhadap hakikat perempuan itu sendiri.

Nilai keperempuanan ini juga yang kemudian berpotensi menjadi solusi bagi permasalahan bangsa. Dr. Risantianti dalam pemaparannya memaparkan bahwa organisasi Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang berisikan para wanita dapat menjadi jalur penghubung antara dunia kesehatan dengan masyarakat. “Masyarakat akan lebih terbuka tentang masalah kesehatannya bila memanfaatkan pendekatan komunitas melalui PKK. Para wanita di PKK juga dapat menjadi wadah penyalur edukasi kesehatan bagi para warga masyarakat di tingkat kelurahan, Rukun Tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW),” ujarnya.

Wanita, dengan segala nilai empati dan kasih sayangnya dapat menjadi guru yang baik bagi warga masyarakat, karena mereka akan lebih merasa “dekat”, dibandingkan bila mendapatkan penyuluhan kesehatan dari para ahli kesehatan yang biasanya justru menggunakan bahasa yang tidak mudah dimengerti masyarakat awam.

Semua pemaparan tersebut menyimpulkan bahwa nilai otentik keperempuananlah justru yang menjadi nilai tambah kepemimpinan wanita. Selain itu, konstruksi sosial terkait peran wanita di ranah domestik juga harus mengalami dekonstruksi, bahwa laki-laki juga harus mempunyai peranannya. Hal ini dilakukan sehingga wanita tidak lagi terus-menerus dibebani dengan dualisme peran yang harus mereka lakukan sendiri. Diharapkan dengan begitu, wanita dapat punya lebih banyak pilihan untuk mengejar mimpi dan cita-citanya dalam ranah profesional.

Selain pemaparan dari para narasumber utama, simposium yang dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom pada Kamis (16/12) juga berisikan sesi diskusi panel yang dilakukan secara paralel untuk membahas kondisi kepemimpinan perempuan di dunia. Kegiatan ini dibuka oleh Dr. Masako Ishii-Kuntz (Wakil Presiden Universitas Ochanomizu), dan Nuning Akhmadi (Istri Duta Besar Indonesia untuk Jepang). Menurut Nuning, diharapkan dengan adanya simposium ini, dapat terlahir suatu rekomendasi kebijakan publik bagi masyarakat dalam konteks peningkatan kapasitas kepemimpinan perempuan yang bersinergi dengan kondisi global terkini.

Related Posts