id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Upaya Pencegahan Penyebaran Virus MERS-Cov

Universitas Indonesia > Berita > Upaya Pencegahan Penyebaran Virus MERS-Cov

Virus MersDalam beberapa bulan terakhir, masyarakat dunia dikagetkan dengan munculnya virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-Cov) di negara-negara jazirah Arab. Meskipun di Indonesia belum ditemukan kasusnya, masyarakat diminta tetap mewaspadai penyebaran virus tersebut. Menurut staf pengajar Divisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, drCeva W. Pitoyo, Sp.PD, K-P, KIC, FINASIM, karena gejala yang ditimbulkan mirip dengan penyakit infeksi saluran napas lainnya,virus tersebut hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium.

Gelaja-gejala yang ditimbulkan secara umum adalah batuk, demam, sesak napas, dan menggigil. Saat kondisinya sudah lebih berat, akan terjadi gagal organ, seperti gagal ginjal, gagal hati, dan gagal kesadaran. Lebih lanjut Ceva mengatakan, pasien yang meninggal akibat MERS-Cov tahun 2012 mengalami gagal ginjal terlebih dahulu sebelum akhirnya meninggal. “Dulu masih belum dimengerti. Belakangan baru dimengerti mekanismenya,” jelas Ceva saat ditemui di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Senin (2/5/2014).

Walaupun vaksin pencegah MERS-Cov belum diciptakan, menurut Ceva, ada upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat. Pertama, jika memang ada keperluan untuk bepergian ke negara-negara Arab, misalnya untuk beribadah, Ceva menyarankan agar masyarakat fokus pada kegiatan-kegiatan peribadatan.

Masyarakat tidak disarankan bepergian terlalu jauh seperti ke pusat perbelanjaan, peternakan, atau perkebunan. Karena meskipun tidak berbahaya, tempat-tempat tersebut dapat meningkatkan kemungkinan penularan virus MERS-Cov. Selain itu, masyarakat juga perlu menjaga asupan nutrisi yang seimbang serta menjaga kebersihan tangan. “Harus sering-sering cuci tangan,” kata Ceva.

Meski demikian, belum dapat diinformasikan secara jelas apakah penyebaran virus tersebut berasal dari hewan atau manusia. Sebelumnya, virus tersebut ditemukan menjangkiti hewan kelelawar di Afrika dan Onta di jazirah Arab. Pengidap virus MERS-Cov pertama kali ditemukan pada April 2012.

Akan tetapi, virus tersebut baru terdefinisikan pada November 2012. Sebelumnya, virus-virus yang gejalanya mirip diidentifikasi sebagai koronavirus biasa. “Belum diketahui apakah manusia ketularan dari hewan atau hewan ketularan dari manusia,” ucapnya lagi.

Ceva menambahkan, masyarakat tidak perlu terlalu khawatir dengan virus ini. Ia meyakini bahwa virus MERS-Cov bukan jenis virus yang terlalu mudah menular. Itulah mengapa kasusnya belum ada di Indonesia.

Penularan virus tersebut, kata dia, akan semakin tinggi jika terjadi kontak yang intens dengan sumber virus, misalnya pada anggota keluarga yang dekat atau perawat yang bertemu setiap hari. Sifat virus ini berbeda dengan virus SARS yangdapat menular lewat udara. Lantas, bagaimana perawatan yang harus dilakukan jika seseorang terjangkiti virus MERS-Cov?

Kecuali virus Hepatitis A, Hepatitis B, dan HIV, virus adalah penyakit yang self-limiting, artinya relatif akan sembuh dengan sendirinya. Pasien yang terjangkiti virus, kata dia, harus dirawat dengan baik hingga tiba hari sembuhnya. Langkah yang harus dilakukan antara lain adalah memberikan nutrisi dan cairan yang cukup. Jika terdapat infeksi sekunder, pasien harus diberi antibiotik.

Pasien memerlukan dukungan yang baik untuk bertahan hidup. Dampak yang mungkin ditimbulkan setelahnya adalah cacat sisa, misalnya paru-paru menjadi kasar seumpama bekas luka pada kulit. “Kalau pasien bisa dirawat dengan baik sampai hari sembuhnya, dia bisa sembuh,” pungkas Ceva. (KHN)

Leave a Reply