iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Bahasa Gaul Wujud Kreativitas Berbahasa Generasi Muda

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya > Bahasa Gaul Wujud Kreativitas Berbahasa Generasi Muda

Depok, 3 November 2023. Bahasa Indonesia merupakan salah satu fondasi utama dalam pembentukan bangsa Indonesia. Peran yang dimainkannya sangat penting sehingga tertuang dalam ikrar Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Sudah 95 tahun berlalu sejak Sumpah Pemuda digaungkan, bahasa Indonesia terus mengalami transformasi. Kehadiran ragam bahasa gaul yang kini lebih banyak digunakan masyarakat, terutama generasi muda, lantas menjadi kekhawatiran banyak pihak karena sering dianggap mengancam martabat bahasa Indonesia.

Namun, menurut Dr. Untung Yuwono, pengajar Departemen Ilmu Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Universitas Indonesia (UI), maraknya penggunaan bahasa gaul tidak perlu dikhawatirkan. Bahasa gaul merupakan register bahasa kaum muda yang wajar digunakan karena menunjukkan kreativitas anak muda dalam berbahasa. Umumnya, anak muda juga selalu memperhatikan situasi yang tepat untuk menggunakan bahasa gaul, misalnya terbatas untuk berkomunikasi dalam pergaulan dengan teman sebaya saja.

“Yang umum dikhawatirkan adalah jika anak muda hantam kromo dalam menggunakan bahasa gaul. Kapan pun ia berkomunikasi, yang digunakan adalah bahasa yang dipenuhi bentuk-bentuk bahasa gaul, termasuk ketika ia menulis teks yang bergenre formal, seperti karya ilmiah, atau ketika berpresentasi lisan dalam situasi formal. Tidak jarang guru mengeluh, siswa menggunakan sapaan guys, misalnya, secara spontan ketika ditugaskan berpresentasi lisan,” kata Dr. Untung.

Bahasa lahir karena kebutuhan manusia untuk menyampaikan gagasan. Dr. Untung berpendapat, faktor terbesar munculnya tren-tren bahasa yang baru, termasuk pada bahasa gaul, adalah kebutuhan orang muda untuk bergaul dengan sesama. Mengikuti perkembangan karakter kaum muda yang dinamis, lincah, dan terus berkembang dalam upaya beraktualisasi diri, bentuk-bentuk kebahasaan dalam bahasa gaul juga memperlihatkan kreativitas kaum muda dengan perubahan pada bahasa gaul itu.

Dr. Untung mengatakan, “Misalnya, kata bestie sebagai sapaan muncul karena kebutuhan untuk mendekatkan diri dengan teman atau menunjukkan kedekatan dengan teman baik. Singkatan MLYT dari meleyot, yang baru saja trendi itu, juga muncul karena diperlukannya pengungkapan perasaan yang mungkin menurut kaum muda kurang cukup jika diekspresikan dengan kata yang sudah ada seperti kata kagum, yang mungkin dirasakan tidak secara lengkap merujuk pada perasaan yang sangat terpana sehingga seluruh tubuh menjadi lemas, tidak bisa bergerak.”

Bahkan, bahasa gaul dapat memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Meskipun masih digolongkan ke dalam bahasa register percakapan, kata gaul seperti mager, lebai, dan cogan saat ini sudah masuk ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Anak muda juga dapat mempopulerkan kata dalam kamus yang sudah jarang dipakai, seperti kata cuak atau cuaks yang saat ini trendi untuk merujuk perasaan takut atau gentar, yang sebenarnya sudah ada di dalam KBBI.

Seiring dengan perkembangan media sosial yang diakomodasi melalui sarana teknologi dan informasi, ciri-ciri bahasa gaul saat ini juga mengikuti karakteristik sarana komunikasi tulis yang menghendaki keringkasan berbahasa. Akibat keterbatasan ruang tampilan gawai, muncul banyak bentuk bahasa gaul yang berupa singkatan atau akronim, seperti baper (bawa perasaan), bucin (budak cinta), gaje (gak jelas), gercep (gerak cepat) dan japri (jaringan pribadi).

Ciri khas dari tren bahasa gaul saat ini yang tidak pernah muncul pada masa lalu adalah adanya perpaduan moda komunikasi. Artinya, bahasa gaul tidak hanya menggunakan huruf saja, tapi juga dapat dikombinasikan dengan angka, emoji, gambar, dan stiker. Dengan terjadinya globalisasi, generasi muda Indonesia juga kerap menyerap bahasa gaul dari bahasa-bahasa asing lainnya, umumnya bahasa Inggris, saat berkomunikasi secara nonformal dalam media tulis, misalnya ASAP (As Soon As Possible), btw (by the way), otw (on the way), dan lain-lain.

Walaupun bahasa gaul berperan penting dalam interaksi sosial, Dr. Untung mengatakan bahwa bahasa gaul membawa pengaruh negatif terhadap keterampilan generasi muda dalam berbahasa Indonesia secara baik dan benar. Namun, ia percaya bahwa anak muda akan terus mempelajari bahasa seiring dengan pertambahan usia, perkembangan psikologis, dan pelanjutan pendidikan sehingga pada akhirnya mampu memilih bentuk-bentuk kebahasaan yang tepat sesuai konteksnya.

“Pendidikan dasar dan menengah menjadi kunci untuk mengembangkan kualitas berbahasa. Tantangan terbesar pembelajaran bahasa Indonesia saat ini, terkait pemakaian bahasa gaul yang mungkin meresahkan sebagian masyarakat Indonesia, adalah secara aktif menanamkan pengetahuan dan kebiasaan berbahasa siswa untuk mengetahui dalam situasi apa ia menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tepat. Hal ini mendorong pemakaian bahasa Indonesia yang baik,” ujar Dr. Untung yang juga Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan, FIB UI.

Related Posts