https://www.elementbike.id/data/selotgacorku/https://karanganbungacilacap.com/https://masjidjoglo.fikk.unesa.ac.id/assets/https://e-learning.uniba-bpn.ac.id/rahasia/app.htmlhttps://elearning.ittelkom-sby.ac.id/group/s1/https://lms.unhi.ac.id/login/maxwin/https://e-learning.unim.ac.id/notes/-/smaxwin/https://uinsatu.ac.id/media/sthailand/https://simpenmas.untirta.ac.id/panduan/-/http://keris.bondowosokab.go.id/public/system/https://tik.unj.ac.id/wp-content/konten/https://perizinanfilm.kemdikbud.go.id/uploads/blog/https://dishub.babelprov.go.id/images/sgacor/https://sipolahta.dispermadesdukcapil.jatengprov.go.id/img/user/https://dpupr.bantenprov.go.id/dpupr/uploads/files/http://bendungan-kita.sda.pu.go.id/assets/css/demo/https://agroteknologi.faperta.untad.ac.id/kaktus/images/https://sisurat.itenas.ac.id/application/core/https://www.umm.ac.id/files/media/<
Budaya Asing dalam Kuliner Nusantara - Universitas Indonesia
id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Budaya Asing dalam Kuliner Nusantara

Universitas Indonesia > Berita > Budaya Asing dalam Kuliner Nusantara

Pada hari Senin (07/10/2019), Studi Klub Sejarah sebagai himpunan mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia mengadakan seminar “Pengaruh Budaya Asing terhadap Kuliner Nusantara: Tionghoa dan Belanda” sebagai salah satu dari rangkaian acara History Fair UI 2019.

Mengambil tema besar “Sejarah Kuliner Nusantara”, seminar yang bertempat di Auditorium Gedung IX, Fakultas Ilmu Budaya UI, ini menghadirkan 3 dosen sebagai pembicara dan dimoderatori oleh Cristopher Reinhart yang belum lama mendapat predikat Mahasiswa Berprestasi FIB UI 2019.

Paparan Dr. R. Achmad Sunjayadi menjadi pembuka seminar dengan menjelaskan pengaruh budaya Belanda terhadap kuliner Nusantara. Dalam sejarah, Belanda datang membawa bekal makanan ketika datang ke Indonesia, seperti anggur, apel, dan keju.

“Makanan Belanda itu tidak bervariasi, hingga suatu ketika pembantu dari S. A. Maessen yang biasa dipanggil Nyai, memasukkan unsur kuliner Nusantara—seperti rempah-rempah—dalam masakan Belanda dan membuat citarasa masakan menjadi lebih bervariasi,” tuturnya.

Peristiwa itu membuat unsur Nusantara pertama kalinya bercampur dalam makanan Belanda di ranah rumah tangga. Setelah itu, kuliner Nusantara mulai berkembang dengan mengadaptasi makanan Belanda.

“Indonesia mulai membuat roti sendiri, lalu mulai banyak iklan makanan bermunculan, dan adanya buku resep,” contoh Dosen Departemen Ilmu Sejarah FIB UI tersebut.

Kuliner Nusantara juga dipengaruhi oleh budaya Tionghoa, seperti yang dijelaskan oleh Dilah Kencono, M.Si. Dosen Departemen Sastra Cina FIB UI menekankan peran makanan dalam budaya Tionghoa yang dikatakan oleh Ma Guansheng, yaitu hubungan interpersonal, cerminan status sosial, dan menunjukkan makna simbolis.

“Cina banyak sekali mengadakan festival, sehingga disitulah makanan khas akan disajikan. Seperti festival Imlek, Cap Go Meh, Duan Wu, dan sebagainya. Sangat banyak makanan Cina yang diadaptasi Indonesia dan dimakan sehari-hari, sebut saja dimsum, bakpia, kwetiau, siomay, dan beberapa makanan lain,” ujarnya.

Penulis Buku Rijstaffel, Fadly Rahman, M.A, mengungkapkan bahwa pengaruh kuliner Nusantara paling besar berasal dari budaya Belanda dan Tionghoa.

“Hal itu sudah tertulis jelas dalam dua edisi buku Nusa Jawa: Silang Budaya,” kata Fadly yang juga Dosen Departemen Sejarah dan Filologi Universitas Padjajaran tersebut. Bukan hanya unsur citarasa saja yang diadaptasi oleh Indonesia, tetapi juga peralatan, teknik memasak, hingga rutinitas makan prasmanan.”

“Jika kita telaah lebih jauh, sebenarnya wajah kuliner Indonesia ini tidak ada yang murni. Maka, ada pembelajaran toleransi yang dapat kita ambil dalam hal kuliner Nusantara, dimana sudah bercampur dengan budaya-budaya lain namun bisa menjadi satu kèsatuan rasa,” pungkasnya.

Related Posts

Leave a Reply