iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Cermat Memilih Jajanan Anak dan Obat Tradisional Agar Terhindar dari Kandungan Bahan Kimia Obat (BKO)

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Farmasi > Cermat Memilih Jajanan Anak dan Obat Tradisional Agar Terhindar dari Kandungan Bahan Kimia Obat (BKO)

Isu penggunaan boraks dalam bakso dan formalin pada mi selama ini kerap kita dengar. Selain itu, ternyata ada hal lain yang patut diwaspadai, yakni kandungan Bahan Kimia Obat (BKO) yang terdapat pada makanan atau jajanan yang dikonsumsi oleh anak-anak. Hal itu diungkapkan oleh Dr. apt. Baitha Palanggatan Maggadani, M.Si., dari Fakultas Farmasi (FF) Universitas Indonesia (UI).

Sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan alam melimpah, Indonesia mempunyai berbagai macam jenis tanaman yang mudah dibudidaya. Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk menguasai pasar lokal maupun global sebagai negara penghasil bahan baku obat tradisional dari tanaman tersebut. Namun, untuk mencapai hal tersebut ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kualitas bahan baku, syarat keamanan, khasiat, dan kualitasnya.

“Obat tradisional yang aman dan berkualitas tidak boleh mengandung bahan kimia obat atau BKO. BKO merupakan zat-zat kimia yang biasanya ditambahkan dalam sediaan obat tradisional atau jamu untuk memperkuat indikasi dari obat tradisional. Namun, sampai saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) masih menemukan produk obat tradisional yang didalamnya sengaja dicampur dengan bahan kimia oleh produsen agar lebih manjur,” ujar Dr. apt. Baitha, Ketua Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) FF UI.

Ia bersama dengan tim melakukan sosialisasi bahan kimia berbahaya dalam makanan dan obat tradisional di Desa Sasakpanjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua RW setempat, diperoleh informasi bahwa konsumsi obat tradisional dan juga jajanan kaki lima pada warga desa cukup tinggi. Maka, untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat, pengabdi menghadirkan narasumber yang merupakan Guru Besar FFUI di Bidang Kimia Farmasi, yaitu Prof. Dr. apt. Hayun, M.Si., yang juga merupakan salah seorang Tim Pengmas FFUI.

“BKO merupakan senyawa sintesis atau bisa juga produk kimiawi yang berasal dari bahan alam, yang umumnya digunakan pada pengobatan modern. BKO ditemukan pada obat tradisional yang beredar di pasaran, karena rendahnya kepatuhan produsen terhadap ketentuan yang berlaku di bidang obat tradisional, adanya kompetisi yang tidak sehat dalam meningkatkan penjualan produknya serta keinginan masyarakat untuk cepat sembuh,” kata Prof. Hayun dalam pemaparannya, pada Sabtu (4/11).

Lebih lanjut ia mengatakan, bahaya dari BKO ini adalah akibat dosisnya yang tidak tepat serta dapat terjadi interaksi antara BKO dengan zat aktif dari obat tradisional, sehingga dapat menimbulkan efek samping. Beberapa efek samping yang ditimbulkan, antara lain iritasi saluran pencernaan, kerusakan hati atau ginjal, gangguan penglihatan, atau gangguan ritme irama jantung.

Ia menambahkan, dalam hal ini BPOM terus berupaya untuk memberantas peredaran obat tradisional yang mengandung BKO. Beberapa temuan BPOM terkait BKO dalam obat tradisional, yaitu pada obat tradisional yang diperuntukkan untuk pegal linu/encok/rematik sering ditambahkan fenilbutazon, antalgin, deksametason, dan lain-lain. Pada obat tradisional yang diklaim penggunaanya sebagai pelangsing, sering ditambahkan sibutramine HCl. Sedangkan, pada obat tradisional yang diklaim penggunaanya sebagai obat kuat pria, sering ditambahkan sildenafil sitrat.

Selain BKO, dipaparkan juga terkait zat berbahaya dalam jajanan anak. Zat berbahaya tersebut, seperti boraks pada bakso, formalin pada mie dan tahu, zat warna rhodamine B dan methanil yellow. Prof. Hayun menyampaikan, bahaya yang ditimbulkan jika anak hingga dewasa mengonsumsi zat tersebut adalah mual, muntah, sakit perut, diare, dan kerusakan hati maupun ginjal.

Sementara itu, pada kegiatan ini dilaksanakan pula demo uji zat berbahaya pada sampel yang sudah disiapkan oleh tim. Pengujian dilakukan dengan menggunakan rapid test kit yang dengan penetesan pada sampel dapat menunjukkan perubahan warna. Pengujian dilakukan untuk boraks, formalin, methanil yellow, dan rhodamine B. Tim pengabdi memberikan sampel yang telah diberikan zat kimia sebelumnya untuk menunjukkan kepada warga tentang perubahan warna saat dilakukan pengecekan. Warga juga menguji sendiri minuman teh rosela dan bunga telang menggunakan test kit rhodamine B, dan hasilnya negatif yang menunjukkan 100% natural.

Pada pelaksanaannya, kegiatan tersebut turut hadir Dekan FFUI Prof. Dr. apt. Arry Yanuar, M.Si., dan Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pendidikan, dan Kemahasiswaan FFUI Prof. Dr. apt. Fadlina Chany Saputri, M.Si. Dalam sambutan pembukaannya, Prof. Arry berharap, sosialisasi yang disampaikan dapat dipahami oleh para warga, karena jika mengkonsumsi bahan kimia obat dengan dosis yang tidak tepat akan memberikan efek jangka pendek maupun jangka panjang yang berbahaya bagi kesehatan. “Kami mengimbau para warga untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi obat tradisional yang belum memiliki sertifikat dari BPOM, dan selalu mengawasi apa yang anak Anda konsumsi,” ujar Prof. Arry.

Bersama dengan Dr. apt Baitha dan Prof. Hayun, Tim Pengmas FFUI terdiri atas Prof. Dr. apt. Yahdiana Harahap, M.Si; Dr. apt. Febrina Amelia Saputri, M.Farm.; Dr. Eng. apt. Taufiq Indra Rukmana, M.Farm.; dan apt. Widya Dwi Aryati, M.Farm. Selain itu, terdapat juga anggota tambahan lainnya yang terdiri dari dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa FFUI.

 

Penulis: Humas FF | Editor: Maudisha AR

Related Posts