id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Doktor UI Bahas Konflik Akibat Pemekaran Daerah di Mamasa

Universitas Indonesia > Berita > Doktor UI Bahas Konflik Akibat Pemekaran Daerah di Mamasa

Mohamad Subhan menjalani sidang terbuka promosi doktor di Auditorium Ajisuwono Sudarsono FISIP UI, Selasa (23/10/2018). Dalam sidang kali ini, Mohamad Subhan menyampaikan disertasi yang berjudul Rivalitas Elite Dalam Konflik Etno-Religius: Dinamika Konflik Pemekaran Daerah di Mamasa.

Sidang terbuka promosi doktor tersebut diketuai oleh Prof. Isbandi Rukminto Adi, Ph.D., dengan promotor Prof. Dr. Iwan Gardono Sudjiatmiko, ko-promotor Prof. Dr. Dody Prayogo, MPSt., serta tim penguji yang terdiri dari Dr. J. Kristiadi, Prof. Dr. Sudarsono Hardjosoekarto, Dr. Teguh Kurniawan, M.Sc., Francisia Saveria Siska Ery Seda, Ph.D., dan Dr. Ricardi S.Adnan, M.Si.

Terdapat keunikan dalam topik penelitian kali ini, biasanya konflik bisa terjadi karena tendensi agama seperti yang terjadi di Poso atau konflik yang terjadi karena tendensi etnis yang terjadi di Sampit, tetapi dalam penelitian ini Mohamad Subhan mengulas mengenai konflik yang dipicu oleh kedua faktor tersebut yakni agama dan etnis yang terjadi di Mamasa, Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, disertasi ini membahas bagaimana pertarungan elite dalam konflik etnis dan agama yang dalam hal ini dipicu adanya pemekaran daerah. Contoh kasus yang diambil adalah daerah Mamasa, daerah pemekaran dari Kabupaten Polma, Provinsi Sulawesi Selatan.

Masalah pun muncul ketika terjadi pelibatan politik identitas berbasis etnis dan agama dalam penyelenggaraan pemilu di Mamase. Ada dua kleompok berbeda yang merespons pemekaran ini: kelompok pendukung (pro) dan kelompok penolakan (kontra) pemekaran.

Kelompok pro pemekaran teridentifikasi sebagai orang Mamasa atau Toraja Mamasa, yaitu kelompok sub etnis yang lebih dekat denga etnis Toraja. Adapun kelompok kontra teridentifikasi sebagai orang Pintu Ulunna Salu (PUS), semacam sub-etnis Mandar yang umumnya beragama islam. Dalam pemaparannya ketika sidang, Mohamad Subhan menjelaskan orang-orang PUS memandang otonomi daerah/pemekaran wilayah merupakan bentuk kristenisasi yang dilakukan oleh orang Mamasa.

Dalam sesi tanya jawab dengan tim penilai, Subhan memberikan saran untuk pemerintah pusat bagaimana agar pemekaran daerah tidak memunculkan konflik. Pertama pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi harus menjamin bahkwa otnomi daerah tidak bertujuan untuk memunculkan lokalitas serta semangat kedaerahan yang berlebihan atau dengan kata lain melakukan edukasi mengenai otonomi darah.

Lalu pemerintah pusat juga diharapkan serius dalam memajukan daerah serta memberdayakan masyarakat setempat. Karena kesalahan dalam mendefinisikan tujuan otonomi itulah, muncul permasalahan ketika orang-menganggap otonomi menjadi ajak perebutan kekuasaan.

Atas desertasinya, Mohamad Subhan dinyatakan lulus dengan yudisium sangat memuaskan.

Sumber : fisip.ui.ac.id

Related Posts

Leave a Reply