id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Fenomena Lupa, Pikun, dan Perilaku Aneh Pasca COVID-19

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Fenomena Lupa, Pikun, dan Perilaku Aneh Pasca COVID-19

Penulis: Alfin Heriagus

Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) menggelar seminar edukasi daring “Ask the Expert” pada Jumat (20/8) melalui live instagram @Rs.UI. Tujuan seminar ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat agar terhindar dari hoaks yang banyak beredar terkait COVID-19.

Pada pertemuan kali ini, dr. Pukovisa Prawiroharjo, Sp.S(K) (Dokter Spesialis Saraf RSUI) hadir sebagai narasumber untuk membahas tema “Waspada Masalah Lupa, Pikun, dan Perilaku Aneh Setelah Sembuh dari COVID-19”. Dalam memberikan edukasi, dr. Pukovisa ditemani oleh dr.Nita Widjaya (Dokter Umum RSUI) sebagai moderator.

Menurut dr. Pukovisa, virus COVID-19 selain mampu menyerang bagian tubuh manusia, ternyata juga mampu menyerang bagian otak. Walaupun otak dilindungi oleh beberapa lapisan, penelitian mengungkapkan ternyata virus COVID-19 mampu menembus berbagai lapisan tersebut. Hal inilah yang kemudian menyebabkan seseorang pasca sembuh dari COVID-19 dapat mengalami masalah lupa, pikun, dan perilaku aneh. “Intinya kalo ada masalah itu, baik pasca COVID-19 atau lainnya, jangan sampai dicuekin,” ujar dr. Pukovisa.

Gejala yang timbul pada bagian otak merupakan hal yang patut kita waspadai. Sebagai sumber sarana berpikir, otak berperan sebagai pusat kendali tubuh dan penyusun sistem saraf pusat. Dengan demikian, dr. Pukovisa menegaskan untuk tidak menganggap sepele masalah atau gejala yang terjadi di otak. Dirinya menyayangkan sikap masyarakat yang mengganggap masalah lupa, pikun, dan perilaku aneh pasca COVID-19 adalah hal yang biasa.

Pada kenyataannya, otak juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh seseorang. “Jadi pada intinya, masyarakat harus lebih peduli pada bagian otak bila menemukan masalah pada bagian tersebut. Hal ini dilakukan agar masalah pada bagian otak itu tidak menjalar ke bagian tubuh lainnya. Bila otak kita ada masalah, maka akan sulit untuk melihat bagian tubuh lain dengan normal dan baik, karena otak adalah pusat kendali tubuh,” ujarnya menjelaskan.

Ia bercerita bahwa ada beberapa rekan kerja sejawat, tenaga kesehatan lain, dan masyarakat yang ia tangani mengalami penurunan fungsi kognitif pasca sembuh dari COVID-19. Ia mencontohkan, banyak rekan kerjanya sebelum COVID-19 dapat mengerjakan tugas dibawah tekanan dan deadline, namun pasca COVID-19 jutru ada beberapa yang lupa bahwa ada tugas yang perlu diselesaikan. Dari pengalaman ini dirinya belajar bahwa masalah lupa, pikun, dan perilaku aneh pasca sembuh dari COVID-19 perlu diwaspadai dengan baik.

“Coba deh sahabat RSUI pantau kerabat, saudara, atau keluarga yang baru sembuh dari positif COVID-19, apakah terdapat perubahan tingkah laku seperti lebih cuek, tidak peduli, dan sering lupa akan suatu hal, bila ada mereka sedang menghadapi masalah pada bagian saraf otak pasca COVID-19,” ujar dr. Pukovisa. Bila melihat kondisi seperti ini, sebaiknya kita harus membantu kerabat, saudara atau keluarga untuk berkonsultasi dengan dokter agar mereka bisa mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Dalam pemaparannya, ia menyatakan bahwa kondisi pikun, lupa, dan perilaku aneh tidak harus muncul secara bersamaan, namun bila salah satu muncul pasca sembuh dari COVID-19, pasien perlu melaporkan dirinya ke pelayanan kesehatan. Ia melanjutkan, bahwa ketiga masalah ini tidak bisa diprediksi berapa lama akan terjadi pada diri seseorang, karena pada dasarnya setiap individu memiliki daya tahan tubuh yang berbeda, sehingga tidak bisa disimpulkan berapa lama suatu penyakit dapat bertahan di tubuh seseorang.

Ia juga memaparkan terkait perilaku aneh yang sering ditampakkan pasien Covid-19 pasca sembuh. Sebelum sembuh misalnya, seorang pasien selalu ceria bahagia, namun pasca terkena COVID justru lebih murung dan pendiam. Contoh lainnya yaitu biasanya pasien yang terkenal selalu suka bergaul berkelompok, namun pasca sembuh justru lebih suka menyendiri.

Tidak hanya mengganggu bagian otak, COVID-19 juga dapat mengganggu pola tidur. Dirinya mengungkapkan, tidak hanya terjadi pasca COVID, gangguan tidur juga bisa terjadi saat isolasi mandiri. Namun tidak perlu khawatir, selama kita berkeinginan untuk merubah perilaku dan pola hidup menjadi lebih baik, hal tersebut dapat diatasi dengan baik.

Diakhir, ia menyarankan masyarakat yang ingin bertanya mengenai masalah lupa, pikun, atau perilaku aneh pasca COVID-19 bisa berkonsultasi dengan dokter neurologi atau saraf. Masyarakat juga perlu memahami bahwa varian virus COVID-19 yang menyebabkan pikun, lupa dan perilaku aneh belum pernah diteliti lebih lanjut, karena pada dasarnya untuk mengungkapkan hal tersebut membutuhkan waktu selama enam hingga satu tahun. Ia juga menyarankan, bila terkena jenis varian virus COVID-19, dan mengalami masalah pada bagian otak, segera lakukan pemeriksaan untuk mendapatkan tindakan penanganan.

Related Posts