iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Jusuf Kalla Hadiri Seminar Internasional The 21st Economix FEB UI, Bahas Globalisasi Hingga Transisi Hijau

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Jusuf Kalla Hadiri Seminar Internasional The 21st Economix FEB UI, Bahas Globalisasi Hingga Transisi Hijau

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan seminar internasional The 21st Economix, pada Senin (27/11), di Balai Purnama Prawiro, Kampus UI, Depok. Economix merupakan acara tahunan terbesar yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Kajian Ekonomi dan Pembangunan Indonesia (KANOPI) FEB UI. Tahun ini, pada event ke-21, tema Economix adalah “Indonesia’s International Seminar: Navigating the Future of the Global Value Chain and Green Transition”.

Acara yang diinisiasi oleh FEB UI tersebut bertujuan untuk menjadi wadah diskusi, berbagi, serta bertukar pendapat untuk menemukan solusi atas permasalahan global yang sedang terjadi pada saat ini. Dalam seminar internasional yang terbagi ke dalam dua sesi, Economix menghadirkan para pakar dan praktisi untuk berdiskusi seputar rantai nilai global, perdagangan internasional, strategi hilirisasi, hingga transisi hijau.

Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Dr. (H.C.) M. Jusuf Kalla, menyampaikan pandangannya mengenai globalisasi. Katanya, “Globalisasi bukanlah suatu konsep yang muncul begitu saja. Apakah penyebabnya? Apa efeknya? Pertanyaan-pertanyaan ini telah mengiringi kita sejak era globalisasi dimulai pada tahun 1980-an. Kala itu, dalam masa resesi tahun 1929, ekonom John Maynard Keynes mengusulkan adanya peran pemerintah yang signifikan. Namun, pada tahun 1950-an, Milton Friedman memperkenalkan kembali konsep liberalisme ekonomi,” ucap Jusuf Kalla.

Ia mengilustrasikan globalisasi dalam industri teknologi, seperti produksi ponsel yang didesain di Amerika Serikat, bahan dan shipping di Taiwan, dan diproduksi di Tiongkok. Namun, Kalla juga mengingatkan dampak negatif globalisasi. Beberapa di antaranya adalah mengancam persaingan ekonomi negara berkembang, mengurangi stabilitas pasar global, dan memberikan tekanan pada industri di beberapa negara tersebut. Bahkan, beberapa negara di Eropa dan Amerika kini menerapkan proteksionisme untuk melindungi ekonominya sendiri, sehingga muncul konsep deglobalisasi.

Berikutnya, Prof. Ir. Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral periode 2000-2009, dan Menteri Pertahanan Periode 2009-2014 hadir sebagai keynote speaker guna membahas topik hilirisasi sebagai strategi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Ia mengemukakan bahwa hilirisasi atau downstreaming di Indonesia dimulai pada 2009 melalui Undang-Undang No.4/2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Menurutnya, cadangan batubara Indonesia cukup untuk 70 tahun dan dapat dipertahankan selama 250 tahun. Namun, diperlukan teknologi baru untuk mengurangi emisi batubara.

“Negara-negara berkembang tidak dapat langsung beralih ke energi hijau. Kemitraan dengan berbagai negara sangat penting karena kita memerlukan teknologi hijau dan bersih untuk meminimalkan biaya rantai nilai dan juga meminimalkan emisi. Kita perlu mengubah subsidi harga menjadi subsidi langsung karena subsidi langsung dapat ditujukan kepada orang-orang yang membutuhkan. Konsep trilema energi perlu dipertimbangkan. Transisi energi harus dilakukan secara bertahap dan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan perjanjian Paris,” ujar Purnomo.

Tema serupa juga didiskusikan oleh Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Dida Gardera. Dalam pemaparannya, ia mengungkapkan bahwa salah satu industri hirilisasi adalah perkebunan, khususnya kelapa sawit. Pemerintah memiliki sekitar 180 produk hirilisasi yang saat ini mendominasi ekspor dengan jumlah sekitar 70 persen dari total ekspor minyak kelapa sawit.

Dida mengatakan, ‘Dalam mendorong transisi menuju global value chain yang berkelanjutan dan transisi hijau, Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan pengembangan pupuk organik atau mendorong pertanian ramah lingkungan dan meningkatkan keseimbangan ekologi. Untuk mencapai komitmen net zero pada 2060, Indonesia juga berencana untuk mengembangkan kebijakan industri hijau guna mendorong pengurangan emisi dari industri manufaktur yang intensif karbon. Industri otomotif juga mendukung implementasi transportasi rendah emisi melalui kendaraan listrik.”

Selain menghadirkan para pemikir global dalam seminar internasional ini, The 21st Economix FEB UI juga mengadakan kompetisi internasional dan Model United Nations (MUN) yang dihadiri oleh mahasiswa, akademisi, serta masyarakat umum dari berbagai negara. Turut hadir sebagai narasumber dalam seminar internasional tersebut di antaranya COO Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, Koji Hachiyama; Wakil Ketua Perdagangan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Juan Permata Adoe; Duta Besar Australia untuk Indonesia, H.E.  Ms Penny Williams; dan Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy, Nelwin Aldriansyah.

 

Penulis: Humas FEB UI | Editor: Dyra/Finda

Related Posts