iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kemampuan Kelola Stres Semakin Turun, Kemungkinan Gen Z jadi Generasi Paling Stres

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kedokteran > Kemampuan Kelola Stres Semakin Turun, Kemungkinan Gen Z jadi Generasi Paling Stres

Bonus demografi yang dialami Indonesia dapat menjadi keuntungan sekaligus tantangan. Saat ini, penduduk Indonesia didominasi oleh mereka yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, yang biasa disebut sebagai Gen Z. Dengan karakteristik khasnya—yang berbeda dengan generasi sebelumnya, Gen Z cenderung mengekspresikan keinginan untuk hal-hal yang baru dan lebih menantang, termasuk dalam pekerjaan. Namun, mereka belum memiliki keterampilan dan kepercayaan diri yang memumpuni untuk mengelola ketidakpastian lingkungan yang terjadi, sehingga berpotensi memunculkan kecemasan diri.

Dengan karakter ini, perhatian terhadap aspek psikososial di lingkungan kerja menjadi penting untuk ditingkatkan. Lingkungan kerja tidak lagi hanya berkutat pada fisika, kimia, biologi, dan ergonomi, namun perlu mulai menitikberatkan pada pajanan psikososial (beban kerja, hubungan antar rekan kerja). Ia menyampaikan tentang hal itu pada pidato pengukuhannya sebagai guru besar di Universitas Indonesia (UI) pagi ini. Pidato berjudul “Peran Aspek Psikososial Kedokteran Okupasi untuk Meningkatkan Produktivitas Pekerja Indonesia Menghadapi Tantangan Bonus Demografi” dibacakan Prof. Dewi, Guru Besar Ilmu Kedokteran Komunitas, khususnya Kedokteran Okupasi, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Indonesia (UI) di Aula Gedung IMERI, Kampus UI Salemba, pada Sabtu (2/12).

Menurutnya, masalah psikososial tidak boleh diabaikan di lingkungan kerja. Berdasarkan hasil survei International Labour Organization (ILO) tahun 2020 hingga 2022 tentang kekerasan dan perundungan terhadap pekerja di Indonesia, 71% pekerja pernah mengalami kekerasan atau perundungan, yang 77% di antaranya merupakan kekerasan dan perundungan psikologi. Ini diperkuat lagi dengan fakta bahwa 63% pekerja mengalami gangguan kesehatan mental “sedih dan rasa tidak nyaman” di tempat kerja.

Kemampuan mengelola stres dan mencapai gaya hidup sehat semakin menurun di setiap generasi. Jika fenomena ini berlanjut, maka ke depannya, generasi muda yang didominasi oleh Gen Z akan menjadi generasi yang paling stres, mengingat ini berhubungan dengan karakter Gen Z yang tidak memiliki batasan dengan individu lain, sehingga memungkinkan mereka mudah labil karena menerima terpaan informasi dan kondisi yang cepat berubah dan serba acak.

“Harus diingat bahwa sangat penting untuk membuat pekerja kita aman (tidak sakit atau celaka) dan nyaman (nyaman bekerja di lingkungan kerja dan nyaman di hati) pada saat bekerja. Salah satunya adalah dengan memperhatikan pajanan psikososial yang ada di lingkungan kerja, sehingga dapat segera terdeteksi bila ada masalah kesehatan mental pekerja, dan harus segera diatasi oleh pihak pihak terkait, seperti HRD, dokter perusahaan, manajemen perusahaan, dan lainnya, agar pekerja tetap produktif dan secara tidak langsung memberikan keberlangsungan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” ujar Prof. Dewi.

Menurut Prof. Dewi, Kedokteran Okupasi memiliki peran penting dalam aspek psikososial untuk meningkatkan produktivitas pekerja menghadapi bonus demografi tahun 2045 yang sudah dimulai sejak tahun 2020. Dokter bidang kedokteran okupasi dapat memberikan evaluasi kesehatan mental dan fisik kepada pekerja dengan melakukan identifikasi bahaya potensial di lingkungan kerja (terutama bahaya potensial aspek psikososial), pemeriksaaan kesehatan pekerja, menentukan diagnosis penyakit akibat kerja atau bukan, menentukan laik kerja atau kembali kerja, serta memberikan rekomendasi/solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi stres kerja, kelelahan akibat kerja, dan masalah kesehatan kerja lainnya.

Dengan pendekatan yang holistik, Prof. Dewi mengatakan bahwa Kedokteran Okupasi dapat membantu pekerja mempertahankan kesehatan mental dan fisiknya, sehingga meningkatkan produktivitas dan kontribusi mereka dalam lingkungan kerja. Selain itu, dokter bidang Kedokteran Okupasi bersama dengan tenaga kesehatan lainnya juga dapat memberikan pelatihan dan workshop mengenai manajemen stres, keseimbangan kehidupan kerja, dan strategi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dalam menghadapi perubahan lingkungan kerja dan tuntutan kerja di masa datang.

Pada prosesi pengukuhan ini dipimpin oleh Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UI Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D., yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve. Di antara para tamu undangan, tampak hadir Kepala Lembaga Kesehatan Penerbangan dan Ruang Angkasa (Lakespra dr. Saryanto) Marsekal Pertama TNI dr. Mukti Arja Berlian, Sp.PD., Sp.Kp.; dan Komisaris PT. Prodia Endang Wahjuningtyas Hoyaranda.

Prof. Dewi berhasil meraih gelar dokter di FKUI pada 1987. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan Magister Sains Hiperkes Medis /Kedokteran Kerja Program Kajian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Pascasarjana UI dan lulus pada 1997. Lalu, ia meneruskan ke jenjang Spesialis I dan mendapatkan gelar Spesialis Kedokteran Okupasi di brevet Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, pada 2003. Di tahun 2010, ia lulus Doktor dalam Ilmu Kedokteran FKUI dan melanjutkan jenjang Spesialis-II (SubSpesialis Psikososial Kedokteran Okupasi) di brevet Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia, pada 2021.

Beberapa penelitiannya yang telah diterbitkan di jurnal ilmiah pada 2023, berjudul Validity and reliability test of the brief symptom rating scale 5 (BSRS-5) questionnaire in Indonesian version as an assessment tool for psychological disorders in Indonesia; Physician’s hesitancy in treating COVID-19 patients and its associated occupational risk factors in Indonesia: an online cross-sectional survey; Perubahan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pasca Terinfeksi COVID-19 pada Dokter di Indonesia: Sebuah Survei Nasional pada Awal Pandemi;  Pediatrician’s Perception of Air Pollution and Its Impact on Children’s Health in Indonesia; dan Effort-reward imbalance, emotional exhaustion and depersonalisation among public primary health care physicians: a cross-sectional study in Indonesia.

 

Penulis: Maudisha AR

Related Posts