id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Kondisi Keamanan Internasional dalam Menyikapi Isu Terorisme

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Kondisi Keamanan Internasional dalam Menyikapi Isu Terorisme

Melihat situasi keamanan global sekaligus menyikapi dampak dari runtuhnya ISIS, Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan diskusi publik pada Senin, (13/01/2020) dengan mengangkat tema “Current International Security Situations Beyond Asia and Impact of the Collapse of ISIS”.

Bertempat di Gedung SKSG Lantai 4, Kampus UI Salemba, diskusi ini menghadirkan tiga pembicara, salah satunya yaitu Prof. Kunihiko Miyake selaku Visiting Professor dari Ritsumeikan University-Japan.

Dalam pemaparannya, Prof. Miyake menjelaskan pergerakan maritim yang aktif, dinamis, dan berbahaya mulai dari China hingga Amerika.

Ia pun juga menjelaskan posisi Indonesia dan Jepang sebagai kekuatan penyeimbang (balance of power) di kawasan Asia Pasifik. “Berdasarkan geopolitik, Jepang dan Indonesia seharusnya memiliki peran yang sangat strategis dalam menyikapi isu keamanan, terutama di wilayah Asia Pasifik,” terang mantan diplomat Jepang tersebut.

Prof. Miyake juga menegaskan bahwa Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia seharusnya bisa menyatakan jika terorisme tidak terkait dengan agama apapun, melihat kondisi terorisme yang secara global sering dikaitkan dengan isu agama. “Terorisme itu murni didasari oleh kepentingan politik untuk menguasai wilayah tertentu,” tegasnya.

Sejalan dengan pernyataan beliau, Yon Machmudi, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG UI menekankan bahwa terorisme murni karena soal perebutan wilayah.

Mengutip buku Robert A Pape yang berjudul “Dying to Win: The Strategic Logic of Suicide Terrorism”, meskipun terdapat sedikit hubungan antara terorisme dengan fundamentalisme agama, namun hampir semua serangan terorisme memiliki kesamaan tujuan sekuler dan strategis tertentu, yaitu memaksa negara-negara demokrasi modern untuk menarik pasukan militer mereka dari wilayah yang dianggap sarang teroris sebagai tanah air mereka.

“Maka dari itu, meskipun kekuatan ISIS di Irak dan Suriah berkurang, hal itu tidak mengurangi intensitas terorisme global. Sebaliknya, kondisi tersebut menimbulkan ancaman bagi negara-negara lain dengan kembalinya militan asing ISIS yang akan melakukan aksi di negara mereka masing-masing,” ujarnya.

Broto Wardoyo, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional dan Kajian Terorisme UI, mengungkapkan empat isu dominan yang menjadi tren isu keamanan Asia pasca tewasnya Baghdadi.

Keempat isu tersebut yaitu munculnya terorisme tunggal (lone-wolf terrorism), bangkitnya terorisme sayap kanan di Barat, korelasi antara terorisme dan konflik internal, dan bom bunuh diri wanita.

“Seperti yang dikatakan oleh Smith, lone wolf terrorism dapat bertahan lebih lama karena kemampuan mereka dalam merencanakan dan menyiapkan aktivitas melibatkan posisi geospasial,” pungkasnya.

Related Posts