id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Konsekuensi Hukum Bagi Penimbun Oksigen di Masa Pandem

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kedokteran > Konsekuensi Hukum Bagi Penimbun Oksigen di Masa Pandem

Penulis: Rizky Syahputra

Fenomena kelangkaan oksigen dan obat-obatan penanganan Covid-19 yang terjadi belakangan ini turut mendapat perhatian dari Manajer Riset Publikasi, dan Sitasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Heru Susetyo, S.H., LL.M., M.si., Ph.D yang menjadi salah satu narasumber pada kegiatan 10th D’RoSSI Open Lecture yang berlangsung pada Jumat (16/7/2021) siang. Dalam kegiatan tersebut, Heru membawakan materi berjudul “Konsekuensi Hukum Penimbun Tabung Oksigen dan Obat Covid-19”.

Dalam pemaparannya, Heru menjelaskan bahwa setiap orang yang melakukan aksi penimbunan tabung oksigen dan obat-obatan dapat dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 2014 dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda sebesar lima miliar rupiah. Selain itu, oknum penimbun juga dapat dikenakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara enam tahun dan denda dua miliar rupiah.

Selain membahas mengenai konsekuensi hukum bagi pelaku penimbun oksigen, Heru juga membahas mengenai pasal 14 Undang Undang Wabah tahun 1984 yang masih bersifat sangat luas dan cair sehingga penegak hukum mengalami kesulitan dalam menentukan apakah tindakan pelanggaran tersebut termasuk kedalam kategori pelanggaran akibat kelalaian atau tindakan kejahatan yang dilakukan secara sengaja. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya ketimpangan antara penindakan pada satu kasus dan kasus lainniya.

Heru juga menambahkan bahwa sampai saat ini masih terdapat banyak masalah dalam upaya penanganan pandemi seperti banyaknya hoaks akibat tingkat literasi masyarakat yang rendah, dan banyaknya aparat penegak hukum yang terpapar Covid-19. Hal ini menyebabkan aktivitas penegakan hukum tidak bisa dilaksanakan secara maksimal karena harus dihentikan sementara waktu.

Kurangnya koordinasi antar instansi seperti adanya ego sektoral antara pemerintah pusat dan daerah juga menyebabkan terhambatnya proses penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran protokol Covid-19. “Adanya segelintir aparat penegak hukum yang ikut bermain dalam kelompok penjahat penimbunan dan praktik korupsi turut menyulitkan penanganan Covid-19 di Indonesia,” ujar Heru.

Kegiatan 10th D’RoSSI Open Lecture merupakan seminar yang digelar oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat umum terkait isu-isu terkini kesehatan. Seminar ini diikuti oleh sekitar 200 partisipan dari berbagai kalangan mulai dari kalangan akademisi hingga media.

Related Posts