iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Lima Hal Penting dalam Kebijakan Moneter dan Keuangan Menuju Indonesia Emas 2045

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Lima Hal Penting dalam Kebijakan Moneter dan Keuangan Menuju Indonesia Emas 2045

Depok, 30 September 2023. Universitas Indonesia (UI) kembali mengukuhkan dua guru besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), pagi tadi (Sabtu, 30/9). Satu di antaranya adalah Prof. Dr. Telisa Aulia Falianty, S.E., M.E., yang ditetapkan sebagai guru besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter di Balai Sidang, Kampus UI Depok. Dalam prosesi tersebut, ia menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Adaptasi Kebijakan Moneter dan Sektor Keuangan di Era Dekarbonisasi, Digitalisasi, Multipolar Currency, dan Transformasi: Menuju Indonesia Emas 2045”. Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., memimpin langsung upacara pengukuhan ini dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve.

Prof. Telisa mengatakan bahwa kebijakan moneter dan sektor keuangan sangat berperan penting untuk meminimalkan risiko-risiko dalam dunia perbankan/keuangan, serta memberi perlindungan terhadap dana masyarakat yang ada pada lembaga keuangan. Dengan tujuan mencapai stabilitas ekonomi termasuk stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan, kebijakan moneter perlu bersifat responsif dan adaptif di tengah tantangan global dan nasional yang semakin kompleks.

Untuk itu, ia menyampaikan bahwa terdapat lima hal penting yang perlu diperhatikan untuk kebijakan moneter dan keuangan menuju Indonesia Emas 2045. Pertama, Kolaborasi harus diperkuat antara otoritas moneter dan sektor keuangan melalui transisi dari sisi konvensional ke arah digitalisasi dan juga ekonomi hijau. Promosi terkait investasi rendah karbon dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder merupakan hal yang penting untuk mengelola risiko terkait iklim. Selain itu, pemerintah maupun masyarakat harus bersiap dengan perubahan sektor keuangan ke arah digitalisasi dengan memprioritaskan keamanan dan data privasi.

Kedua, kebijakan moneter dan sektor keuangan perlu menyesuaikan tren dekarbonisasi dan penerapan environmental social and governance (ESG) dengan mengukur dan menilai risiko keuangan yang dapat timbul dari perubahan iklim dan ESG faktor lainnya. Selain itu, perlunya menentukan strategi dan langkah-langkah kebijakan yang efektif untuk mengurangi risiko keuangan dari iklim perubahan dan faktor ESG lainnya. Kemudian, perlu dipastikan bahwa otoritas moneter dan regulator sektor keuangan memahami dan menilai ruang lingkup dan ukuran dari risiko yang timbul untuk stabilitas keuangan dari tantangan sosial dan lembaga keuangan, serta menghindari terjadinya greenwashing.

Lebih lanjut, ketiga adalah kebijakan moneter dan sektor keuangan sesuai dengan amanah baru UU No 4 Tahun 2023 harus mampu berdaptasi dan bertransformasi di era transformasi ekonomi nasional dengan Visi Indonesia 2045 menuju negara yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan. Koneksi/nexus yang belum optimal antara sektor moneter dan sektor riil perlu terus ditingkatkan melalui insentif/disinsentif level of playing field yang sama antara sektor moneter/keuangan dengan sektor riil dan mendorong terus intermediasi dari sektor keuangan dan riil yang sehat dan berkelanjutan.

“Namun kuncinya adalah financial development dan inovasi yang terkendali dengan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan, berdaya tahan terhadap serangan siber, menjaga keamaanan dan privasi data, memperhatikan kesiapan masyarakat dari berbagai kelompok pendapatan, serta prinsip kemanfaatan bahwa harus tetap bermanfaat untuk mendukung kesejahteraan masyarakat secara komprehensif,” ujar Prof. Telisa dalam mengemukakan hal penting yang keempat.

Terakhir, kebijakan moneter dan keuangan harus juga agile terhadap peningkatan ketidakpastian global, banyaknya anomali, dan geopolitik dan geoekonomi yang terfragmentasi, termasuk multipolar currency world. Indonesia tetap harus on going untuk mengurangi ketergantungan hanya kepada satu mata uang dan tetap mendorong Rupiah dan suku bunga menuju tingkat ekuilibrium yang lebih baik untuk mendukung agenda pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Prof. Telisa, kebijakan moneter tidak hanya bisa rigid pada pencapaian stabilitas inflasi dan sistem keuangan saja, tetapi perlu memikirkan keberlanjutan di sektor riil dengan mengoptimalkan koordinasi, harmonisasi, dan sinkronisasi. Kemudian, membantu membentuk ekosistem yang terintegrasi dan memberikan kesempatan bagi semua stakeholder yang relevan, menjadi kata yang sangat kritikal.

“Ke depan, marilah kita mulai untuk terus adaptif dan bekerja keras serta bersinergi untuk mencapai cita-cita mulia, mewujudkan nilai tambah yang semakin baik untuk pribadi, keluarga, bangsa, dan negara. Akhirnya, pembangunan berkelanjutan itu adalah sebuah realitas dan keniscayaan, mewarisi anak cucu dengan stabilitas moneter dan keuangan yang lebih baik, dengan masyarakat yang lebih sejahtera lahir batin menikmati semua hasil inovasi dan pembangunan di sektor keuangan dan riil sekaligus menikmati keseimbangan alam yang Lestari,” kata Prof. Telisa menutup pidato pengukuhannya.

Dalam pengukuhannya tersebut, tampak hadir Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung, Ph.D.; Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Dr. Ir. Edy Priyono. M.E.; Asisten Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Jerry Marmen, Ph.D.; Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Dr. Friderica Widyasari Dewi, S.E., MBA.; dan Direktur Pengkajian Ekonomi dan SKA Debidjianstrat Lemhanas RI Laksma TNI Oktave Ferdinal, S.T., M.Si.(Han)., CHRMP., CFrA.

Prof. Telisa menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi di FEB UI, pada 2001. Lalu, berhasil meraih gelar Master Ilmu Ekonomi di FEB UI, pada 2003. Kemudian, masih di kampus yang sama ia meraih gelar doktor Ilmu Ekonomi, pada 2006. Prof. Telisa juga telah menghasilkan berbagai karya ilmiah yang telah dipublikasikan di berbagai jurnal, baik internasional dan nasional dan juga beberapa buku ajar. Jurnal yang telah dipublikasikan dalam beberapa tahun terakhir, di antaranya berjudul Monetary and Macroprudential Policy through Risk-Taking Banks in Indonesia (2023); Pop Culture, Global Investment, and Social Inequality (2023); dan Property Price, Capital Inflows, And Financial System Stability In Asean-5 Economies: A Simultaneous Analysis (2022).

Related Posts