iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Mengenal Microsleep dan Bahayanya

Universitas Indonesia > Uncategorized > Mengenal Microsleep dan Bahayanya

Akhir-akhir ini, banyak kecelakaan yang merenggut nyawa seseorang akibat kelalaian pengendara saat mengemudi. Sebagian pengemudi mengeluh mengantuk dan tidak sadar telah mengalami microsleep. Data mengungkapkan bahwa sekitar 35% pengemudi dapat mengalami kecelakaan akibat microsleep. Bahkan, ketika frekuensi microsleep melebihi 50% dari periode 4 menit, kemungkinan kecelakaan naik hingga mendekati 100%.

Dikutip dari talk show Ask the Expert yang diselenggarakan oleh Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dengan tema “Mengenal Microsleep dan Bahayanya”, microsleep merupakan periode tidur singkat kurang dari tiga puluh detik. Microsleep terjadi karena hanya sebagian kecil dari otak seseorang yang mampu menerima stimulasi.

Seorang dokter RSUI, dr. Winnugroho Wiratman, Sp.S., Ph.D., mengungkapkan bahwa dua hal yang menjadi pemicu terjadinya microsleep, yaitu kelelahan dan kurang tidur. Selain itu, microsleep juga rentan bagi kelompok tertentu. “Setiap individu berpeluang mengalami microsleep. Hanya saja, terdapat kelompok tertentu yang lebih rentan mengalaminya,” tutur dr. Winnugroho. Kelompok tersebut adalah orang dengan kualitas tidur buruk, penderita dimensia, dan orang dengan cedera kepala. Adapun kelompok lansia juga rentan terhadap microsleep.

Terdapat tanda dan gejala microsleep. Tanda microsleep meliputi tatapan mata yang kosong, kepala yang menunduk tanpa kesadaran, tubuh yang tersentak, dan hilangnya ingatan tentang aktivitas 1–2 menit lalu. Sementara itu, gejala microsleep meliputi sering menguap, daya ingat kabur, sering berkedip, serta sulit membuka mata. Seseorang yang mengalami tanda maupun gejala tersebut, disarankan untuk menunda aktivitas dan tidur sejenak selama 15–20 menit.

Agar terhindar dari microsleep saat berkendara, seseorang sebaiknya memiliki teman bicara, mengonsumsi minuman berkafein, dan mendengarkan musik yang memberi semangat dan rasa senang. Apabila tips dan trik ini tidak berhasil, seseorang disarankan pergi ke fasilitas kesehatan untuk menjalani terapi. Meskipun demikian, dr. Winnugroho menegaskan bahwa microsleep bukanlah sebuah penyakit. “Tenang saja, microsleep bukanlah sebuah penyakit. Jadi, tidak perlu khawatir dan bergegas ke apotek untuk membeli obat. Kita sebaiknya mencari tahu terlebih dahulu penyebabnya,” jelasnya.

Cara lain agar terhindar dari microsleep adalah dengan membuat pola tidur yang teratur. Hindari komunikasi menjelang tidur agar tidur malam berkualitas. Dokter ahli spesialis saraf ini mengatakan bahwa sekitar tiga jam sebelum tidur malam, seseorang dapat lebih rentan terkena microsleep. Oleh sebab itu, bagi pengemudi jarak jauh, disarankan beristirahat di rest area. “Jika seseorang terbiasa tidur pukul 8 malam, ia harus tiba di lokasi 3 jam sebelum waktu tersebut. Ini dilakukan agar ia dapat beristirahat,” ujarnya.

Kualitas tidur adalah hal utama yang perlu diperhatikan agar seseorang dapat menjalani aktivitas dengan baik. Apabila merasakan kantuk dan lelah, pengemudi sebaiknya beristirahat tanpa memaksakan diri melanjutkan perjalanan. Hal utama dalam berkendara bukanlah cepat atau lambat, melainkan keselamatan pengendara. Jika tidak hati-hati berkendara, seseorang tidak hanya mengancam nyawanya, tetapi juga membahayakan orang lain. Oleh karena itu, dr. Winnugroho mengajak setiap individu untuk mengubah kebiasaan buruk saat berkendara demi keselamatan bersama.

Related Posts