id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Merawat Nusantara melalui Inspirasi Buku Kepulauan Nusantara

Universitas Indonesia > Berita > Merawat Nusantara melalui Inspirasi Buku Kepulauan Nusantara

Perpustakaan Universitas Indonesia, bersama dengan Komunitas Bambu dan AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) telah melaksanakan Kuliah Umum yang bertajuk Inspirasi Satu Setengah Abad Buku The Malay Archipelago dan Satu Dekade Buku Kepulauan Nusantara.

Kuliah umum ini dilaksanakan di Ruang Apung Perpustakaan Universitas Indonesia, Jumat (15/11/2019).

Kuliah Umum ini dibawa dalam bentuk diskusi dan bedah buku The Malay Archipelago, atau versi Bahasa Indonesia “Kepulauan Nusantara: Kisah Perjalanan, Kajuan Manusia dan Alam” karya Alfred Russel Wallace, dengan pembicara Sangkot Marzuki selaku Direkur Pendiri Lembaga Biologi Molekuler Eijkman 1992-2014 dan Ketua AIPI 2008-2019, serta moderator Tjiong Giok Pin yang merupakan Dosen Geografi Fakultas MIPA Universitas Indonesia.

Kuliah umum ini juga dibarengi dengan bazaar buku oleh Komunitas Bambu, yang juga merupakan penerbit buku Kepulauan Nusantara ini.

Wallace menuliskan kisah delapan tahun perjalanannya di Kepulauan Nusantara terutama Ternate, serta spesies-spesies yang ia temukan disana termasuk spesies baru yang belum dikenali sebelumnya di buku ini.

Wallace menuliskan catatan-catatan tersebut dalam empat jurnal, yang terus-terusan dicetak ulang sejak tahun 1896 hingga saat ini.

“Walaupun buku ini ditulis oleh seorang naturalis, namun gaya penulisannya menarik, simpel, dan dengan bahasa yang cukup sastra,” Ungkap Marzuki, menjelaskan alasan buku The Malay Archipelago tak pernah berhenti dicetak ulang selama kurang lebih 150 tahun. “Namun, sebab lain adalah karena penulis merupakan penulis yang terinspirasi akan keanekaragaman hayati wilayah ini, dan menyatakan dua teori ilmiah yang sangat besar.”

Teori ilmiah tersebut bermulai ketika Wallace menemukan bahwa ada dua fauna yang berbeda antara dua wilayah yang berdekatan, yaitu di Pulau Bali dan Pulau Lombok.

Namun, tidak ada juga garis pembatas yang jelas antara kedua pulau tersebut. Berdasarkan hal tersebut, Wallace mengatakan bahwa bagian Barat Kepulauan Nusantara merupakan bagian dari benua Asia, sementara bagian Timur merupakan perpanjangan fragmen dari bekas benua pasifik. Batas ini hingga saat ini dapat kita kenali dengan garis Wallace.

Terdapat juga perbedaan flora dan fauna dari Timur Kepulauan Nusantara dengan Papua dan sekitarnya yang memiliki fauna dan flora Australia.

Kawasan perbatasan ini sangat unik karena memiliki flora dan fauna yang bukan Asia dan juga bukan Australia. Kawasan inilah yang akhirnya diberi nama sebagai Kawasan Wallacea.

Selain hal tersebut, buku ini juga membahas garis Wallace yang lain yang berlaku bagi manusia, yang hampir sama nyatanya dengan garis Wallace yang membagi kawasan Indo-Malaya dan kawasan Austro-Malaya.

Selain itu, migrasi manusia purba kala itu juga membawa perpindahan penyakit, yang juga mempengaruhi ketahanan manusia akan penyakit-penyakit tersebut.

Marzuki kemudian melanjutkan kuliahnya dengan menjelaskan bahwa The Malay Archipelago bukanlah buku ilmiah, namun merupakan buku yang memberikan ide mengenai latar belakang penemuan-penemuan besar.

“Buku ini sangat berguna untuk melihat bagaimana seseorang mendapatkan ide melalui inspirasi dari melihat hal-hal di sekelilingnya,” tambah Marzuki.

Sebelumnya, telah dilaksanakan perayaan pembukaan Wallacea Week, sebuah perayaan untuk acara tahunan untuk merayakan keberagaman hayati dan budaya Indonesia, di Jakarta.

Perayaan Wallacea Week sendiri diinisiasi oleh the British Council dan akan dilaksanakan pada 22-28 November 2019 di Makassar, Sulawesi Selatan, dengan tajuk “Merawat Wallacea, Merawat Indonesia

Related Posts

Leave a Reply