iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Perpustakaan UI Transformasikan Manajemen Koleksi Guna Tingkatkan Layanan di Era Digital

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Perpustakaan UI Transformasikan Manajemen Koleksi Guna Tingkatkan Layanan di Era Digital

Layanan digital yang diberikan oleh perpustakaan makin berkembang pada saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Ia semakin masif digunakan untuk membantu masyarakat dalam mengakses kebutuhan literatur. Meski demikian, peralihan dari sistem konvensional ke digital ternyata memunculkan tantangan bagi pengguna. Guna mengatasi hambatan yang timbul, maka Perpustakaan Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan webinar nasional yang bertema “Transformasi Manajemen Koleksi Perpustakaan pada Ekosistem Digital: Isu, Tantangan, dan Prospek”, pada Rabu (13/07).

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc

Pada kesempatan itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Prof. Dr. rer. nat. Abdul Haris, M.Sc., menyampaikan dampak perkembangan teknologi informasi terhadap materi perpustakaan yang beragam. Menurut Prof. Haris, sebagai pengelola perpustakaan, pustakawan harus mampu mengikuti perkembangan ini, terutama dalam manajemen koleksi perpustakaan. “Manajemen koleksi perpustakaan merupakan kegiatan intelektual yang bersifat kompleks dan penting di era sistem digital. Transformasi manajemen koleksi perlu dilakukan dan disesuaikan dengan ekosistem digital guna mempermudah akses pemustaka terhadap koleksi perpustakaan,” kata Prof. Haris.

Kepala UPT Perpustakaan UI, Mariyah, S.Sos., M.Hum.

Transformasi manajemen perpustakaan di perguruan tinggi mendukung implementasi program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Kepala UPT Perpustakaan UI, Mariyah, S.Sos., M.Hum., menyebutkan, “Sebagai implementasi program MBKM, perpustakaan perguruan tinggi harus melakukan transformasi dalam pengelolaan perpustakaan, baik dari sisi management of collection, management of knowledge, maupun transfer of knowledge. Hal ini sesuai dengan tagline Perpustakaan Nasional RI tahun 2022, yaitu ‘Transformasi Perpustakaan untuk Mewujudkan Ekosistem Digital Nasional’. Tagline ini harus menjadi dasar atau pijakan bagi para pustakawan di Indonesia dalam mengelola perpustakaan,” kata Mariyah.

Standar dalam pengorganisasian informasi dan katalogisasi mengalami perkembangan. Awalnya, perpustakaan dalam mengorganisasi informasi menggunakan Anglo American Cataloging Rules (AACR) sebagai pedoman pengorganisasian informasi. Karena perkembangan teknologi dan pengguna membutuhkan akses lebih luas terhadap koleksi, pengorganisasian informasi mengalami perubahan dan secara bertahap beralih menggunakan standar internasional baru, yaitu Resource Description and Access (RDA). Menurut Pustakawan National Library of Australia, Wishnu Hardi, S.Hum., M.P., penting bagi pustakawan untuk mempelajari perkembangan di bidang bibliografi, khususnya terkait standar pengkatalogan dalam konteks internasional.

Pustakawan National Library of Australia, Wishnu Hardi, S.Hum., M.P.

Hal tersebut karena pengkatalogan merupakan inti dari perpustakaan. Kegiatan pendeskripsian materi koleksi merupakan salah satu fondasi keilmuan yang membedakan pustakawan dengan profesi lainnya. Untuk menghasilkan produk atau katalog berkualitas baik, pustakawan harus memenuhi standar pengkatalogan yang ditetapkan. “Ada beberapa perubahan dari tahun ke tahun mengenai standar internasional pengkatalogan sebelum akhirnya digunakan pengkatalogan RDA sejak 2013. Untuk memahami RDA, pustakawan harus memahami Functional Requirements for Bibliographic Records (FRBR) sebagai landasan dalam pengkatalogan koleksi,” kata Wishnu.

Mengenai tantangan dan prospek perpustakaan di era digital, pustakawan dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Lilies Fardhiyah, S.Sos., M.P., menjelaskan upaya Perpusnas RI dalam mewujudkan ekosistem digital di Indonesia. Upaya tersebut meliputi integrasi perpustakaan sebagai media integrasi pengetahuan; visualisasi data serta dokumentasi setiap modal intelektual dalam format multimedia; penggunaan teknologi semantik untuk memudahkan pencarian cerdas; serta pemanfaatan pelayanan dengan teknologi big data. “Perpustakaan juga perlu menyesuaikan demografi dan perubahan generasi milenial dalam mengakses informasi serta mentransformasi bahan perpustakaan tercetak dan analog ke format digital. Ini dilakukan untuk mengoptimalisasi ruang virtual bagi layanan perpustakaan,” kata Lilies.

Salah satu tantangan yang dihadapi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia adalah terkait pengawasan bibliografi. Pengawasan ini mencakup pencatatan dan pengidentifikasian dokumen untuk memudahkan temu kembali dokumen. Namun, adanya ledakan informasi membuat para pencari informasi kesulitan untuk menemukan dokumen yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, dibuat undang-undang terkait pengawasan bibliografi nasional, yaitu UU SKCKR No. 13 Tahun 2018 Pasal 23 yang berbunyi: (1) Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi melakukan pengolahan terhadap koleksi serah simpan, (2) Hasil dari pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan Bibliografi Nasional Indonesia dan Bibliografi Daerah Indonesia.

Pustakawan UI, Lusiana Monohevita, S.S., M.Hum., menyampaikan permasalahan yang dihadapi Perpustakaan UI ketika mulai bertransformasi ke sistem digital. Permasalahan tersebut meliputi lisensi koleksi, hak cipta koleksi, akses ke sumber koleksi, dan ekosistem digital terkait. Lisensi dan hak cipta koleksi berkaitan dengan pengadaan online database. Ini termasuk dalam persoalan izin penyebarluasan informasi dan juga terkait dengan cara memahami hukum atas dokumen-dokumen digital. Sementara itu, layanan dan hak akses berhubungan dengan isu lisensi dan hak cipta koleksi sehingga merujuk pada pihak yang diperbolehkan untuk mengakses.

“Kami mengatur mana yang boleh dibuka oleh mahasiswa UI dan non-UI; mana yang sifatnya membership (hanya untuk sivitas akademika UI); dan mana yang open access atau boleh dibuka oleh siapa pun. Perpustakaan UI sudah mulai menerapkan ekosistem digital karena akses digital untuk koleksi di perpustakaan sudah ada,” kata Lusiana menutup pemaparannya.

Related Posts