id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

SKSG UI Soroti Penanganan Korban Aksi Terorisme

Universitas Indonesia > Berita > SKSG UI Soroti Penanganan Korban Aksi Terorisme

Pemberitaan media mengenai isu terorisme di Indonesia saat ini lebih banyak berfokus pada pelaku dan jaringannya. Padahal, terorisme pun tak lepas dari korban atau penyintas yang mendapat dampak dari ulah para teroris.

Menanggapi kejadian tersebut, Kajian Terorisme Sekolah Kajian dan Strategik Global Universitas Indonesia (SKSG UI) mengadakan diskusi publik dengan tema “Penanganan Korban Aksi Terorisme Pasca UU No. 5 Tahun 2018”. Acara yang diselenggarakan pada Rabu, (12/02/2020) ini bertempat di Gedung IASTH Lantai 3, Kampus UI Salemba.

Abdul Muta’ali, M.A., M.I.P., Ph.D. selaku Wakil Direktur SKSG UI, dalam sambutannya menyampaikan bahwa meskipun terorisme tergolong sebagai extraordinary crime, tetapi masih saja menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

“Salah satu penyebabnya adalah karena lemahnya dukungan dari kampus sebagai dunia akademik. Maka dari itu, diskusi publik ini hadir dengan mengambil sudut pandang korban yang penting untuk diperhatikan,” katanya.

 

Isu mengenai korban, menurut Edwin Partogi Pasaribu, S.H., seolah senyap diantara isu pemberantasan terorisme yang selalu berbicara mengenai radikalisasi dan penindasan pelaku. Dalam hal ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) berperan untuk membantu korban, sesuai landasan UU No. 31 Tahun 2004.

“Kita juga berperan untuk menolong korban dengan bantuan medis sesaat setelah kejadian, yang didasari oleh peristiwa bom Thamrin kemarin,” ujar Wakil Ketua LPSK tersebut. Saat ini, LPSK sudah menangani 489 korban dengan bantuan berupa medis, psikologis, psikososial, restitusi, dan santunan jika korban meninggal.

Diskusi tersebut turut menghadirkan Iwan Kurniawan, penyintas aksi terorisme Kedubes Australia yang menceritakan pengalamannya 12 tahun silam yang merenggut nyawa istri serta kehilangan mata sebelah kanan.

Efek jangka panjang yang harus diterima Iwan membuat Dr. Benny Mamoto, M.Si selaku Ketua Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme merasa pemerintah harus melakukan respons efektif yang berpusat pada perspektif korban, termasuk menginventarisir kebutuhan korban terorisme.

Faktor lain yang menyebabkan korban terorisme kurang diperhatikan menurut Benny adalah tidak adanya perjanjian internasional yang secara komprehensif mengatur masalah yang berkaitan dengan korban kejahatan teroris.

“Kerja sama internasional yang bisa dilakukan adalah dengan bersama-sama menentukan dentifikasi korban, penanganan korban, dan jenis kejahatan yang terjadi,” jelas Dosen Kajian Terorisme SKSG UI.

Sementara itu, Dr. Sri Laksmi Anindita, SH., MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia memaparkan bahwa kerugian yang dialami korban aksi terorisme lebih baik divaluasi, baik kerugian materil maupun immateril. “Valuasi dapat membantu dalam menentukan besaran nilai kerugian,” ujarnya.

Related Posts

Leave a Reply