id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

FHUI Kaji Identifikasi Produk dan Pemalsuan Barang

Universitas Indonesia > Berita > FHUI Kaji Identifikasi Produk dan Pemalsuan Barang

Barang-barang palsu masih terus beredar di Indonesia, tidak terkecuali dengan obat-obatan palsu.

Permasalahan ini tidak hanya terkait tentang pelanggaran Undang-Undang Kesehatan, namun banyak produsen obat-obatan yang melakukan pelanggaran berdasarkan ketentuan Undang-Undang Merek yang berlaku.

Banyak konsumen  tidak menyadari akan perbedaan obat asli dan obat palsu. Kesulitan untuk mengidentifikasikan produk ini pun tidak hanya terjadi pada obat-obatan, seperti kasus Adidas yang mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga berdasarkan Undang-undang Merek No. 15\/2001, yakni berdasarkan ketentuan tentang Pelanggaran Merek, khususnya atas penggunaan secara tanpa hak atas merek yang menyerupai sehingga menimbulkan kebingungan.

Dalam hal ini Adidas dirugikan dengan produk Adidia yang menyerupai produknya, sehingga menimbulkan kerugian akibat konsumen kesulitan membedakan kedua produk tersebut.

Kasus Adidas dan sejumlah permasalahan lainnya mengenai identifikasi produk menimbulkan banyak pertanyaan, salah satunya apakah UU Merek melindungi konsumen? Selama ini kita tak asing mendengar jargon Hak Kekayaan Intelektual melindungi konsumen, apakah itu hanya sekedar jargon?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Indonesian IP Academy Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyelenggarakan Seminar Hak Kekayaan Intelektual “Identification of Product and the Problem of Counterfeiting” dengan menghadirkan tiga narasumber, yaitu Prof. Dr. Irene Calboli, LL.M., LL.B (Singapore Management University, WIPO Expert), Prof. Dr. Agus Sardjono, S.H., M.H. (Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual), Gunawan Suryomurcito, S.H., M.H. (Praktisi Hak Kekayaan Intelektual), dan Henny Marlyna, S.H., M.H., M.L.I. (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia) pada Selasa (7/11/2017) di Ruang SJ. Hanifa FHUI, Kampus UI Depok.

Henny Marlyna memaparkan bahwa dalam pemalsuan obat ada beberapa kasus yang berbeda. Pertama, pemalsuan obat yang melanggar UU Kesehatan, seperti produksi dan distribusi yang tidak sesuai ketentuan. Kedua, pemalsuan obat yang melanggar UU Merek, seperti penggunaan merek yang sudah terdaftar Dirjen HAKI.

Henny menambahkan obat generik pun dapat dipalsukan jika pihak ketiga memproduksi obat dengan menggunakan merek terkenal untuk menarik keuntungan.

Seperti parasetamol yang dikemas dengan merek tertentu. Merek tersebut sudah dikenal di masyarakat, sehingga rawan dipalsukan. Terlebih banyak oknum karyawan yang menjual sisa kemasan asli ke pihak ketiga. Meskipun proses produksi sesuai peraturan, hal ini tetap melanggar UU Merek.

Banyaknya kerugian baik untuk produsen maupun konsumen akibat adanya pemalsuan, menurut Gunawan membuat produk knowledges tidak untuk disebarluaskan. Karena produk knowledges yang komprehensif tidak mudah dan murah.

Seperti pemalsuan oli rem, meskipun pemalsuan barang merupakan delik aduan, bila penggunaan barang palsu merembet ke skala masif, misal perusahaan bus yang menyangkut pelayanan kepada konsumen menggunakan oli rem palsu, maka dapat terkena ancaman hukum.

“Penggunaan oli rem palsu dapat menimbulkan rem blong, hal ini membahayakan penumpang.” Ucap Gunawan.

Sumber : law.ui.ac.id

Related Posts

Leave a Reply