iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222
Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Guru Besar FEB UI Kaji Peran Desentralisasi Fiskal Bagi Pembangunan daerah

Prof. Benedictus Raksaka Mahi, S.E., M.Sc., Ph.D. dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Ekonomi dan Kebijakan Publik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI). Prosesi pengukuhan yang dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., tersebut dilaksanakan di Balai Sidang, Kampus UI Depok, pada Rabu (22/11). Prof. Mahi dikukuhkan sebagai guru besar setelah menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Refleksi Peran Desentralisasi Fiskal bagi Pembangunan Daerah: Relevansinya di Masa Kini dan Mendatang”.

Dalam pidatonya, Prof. Mahi menyampaikan bahwa Indonesia akan menjadi negara maju dan mencapai usia emas pada tahun 2045. Untuk mewujudkannya, diperlukan fondasi ekonomi yang kokoh agar secara konsisten dapat mencapai pertumbuhan ekonomi antara 5,4 – 6,7 persen per tahun pada tahun emas tersebut. Dalam berbagai kesempatan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) telah menyampaikan berbagai strategi pembangunan untuk mewujudkan pendapatan per kapita Indonesia mencapai USD30.300 pada tahun 2045. Sementara berdasarkan data Bank Dunia, pendapatan per kapita Indonesia pada 2022 adalah sebesar USD4.580.

Sebelumnya, pemerintah pusat merupakan aktor utama dalam merencanakan pembangunan di daerah. Namun, dengan masuknya era desentralisasi yang dimulai pada awal 2001, pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten dan kota hingga desa, berperan aktif dengan strategi pembangunan daerahnya untuk berkontribusi kepada pembangunan nasional. Pembangunan daerah di era otonomi memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah melakukan inovasi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.

Skema desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia telah mendelegasikan banyak urusan kepemerintahan dan administrasinya kepada pemerintah daerah, yang diperkuat dengan desentralisasi fiskal (keuangan), berupa transfer Dana Transfer Umum (DTU) maupun Dana Transfer Khusus (DTK). Untuk menarik penanaman modal ke daerah, juga telah diterbitkan peraturan skema insentif penanaman modal yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah, seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah.

Akan tetapi, Prof. Mahi menilai bahwa terdapat berbagai permasalahan regulasi pemerintah daerah yang berakibat kepada inefisiensi dalam belanja daerah. Beberapa di antaranya karena adanya efek alokasi belanja petahana dalam pemilihan kepala daerah yang dikenal sebagai efek political budget cycle (PBC); lemahnya tata kelola pemerintah daerah yang menimbulkan inefisiensi pengelolaan keuangan daerah; dan dukungan penganggaran pusat dan daerah yang belum optimal dalam implementasi pembagian urusan pemerintahan di daerah.

“Menjadikan pembangunan daerah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di era desentralisasi merupakan pilihan yang tepat. Melalui desentralisasi, telah banyak urusan dan sumber daya yang telah didaerahkan. Namun, pembenahan terhadap pengelolaan urusan yang telah didaerahkan maupun pengelolaan keuangan daerah perlu menjadi perhatian. Kebijakan desentralisasi fiskal memiliki kemampuan adaptasi dan dapat dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang optimal,” ungkap Prof. Mahi.

Beberapa poin rekomendasi yang disampaikan Prof. Mahi untuk membenahi masalah tersebut adalah meningkatkan transparansi publik yang berkelanjutan dalam proses penganggaran dan audit, mempertimbangkan results-based accountability, dan menggunakan teknologi informasi dalam pelayanan publik. Lebih lanjut, diperlukan mekanisme reward and penalty di daerah. Pemerintah dapat memberikan Dana Insentif Daerah (DID) hanya kepada pemerintah daerah yang menunjukkan kinerja governance yang baik. Sementara daerah yang memiliki kinerja buruk akan memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) dalam bentuk performance-based grant untuk mendorong perbaikan pelayanan yang masih buruk.

Peningkatan sinergi pembangunan Pusat dan Daerah juga perlu menjadi agenda khusus dengan mengoptimalkan peran kebijakan desentralisasi fiskal. Hal ini dapat melibatkan pengembangan dana transfer berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), yang difokuskan untuk membangun infrastruktur (jalan) guna menghubungkan pusat pertumbuhan seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan pusat aktivitas ekonomi yang dibangun daerah. DAK juga dapat mendukung pengembangan sumber daya manusia supaya tenaga kerja daerah dapat terlibat dalam pembangunan proyek strategis nasional.

Sebelum melakukan kajian tentang desentralisasi fiskal untuk pembangunan daerah, Prof. Mahi banyak melakukan penelitian serupa. Beberapa di antaranya adalah Village Development: Effect of Village Fund and Village Head Education (2023); The Effect of Financial and Non-financial Supports on the Productivity of MSEs in Indonesia (2022); dan Analysis of the correlation between ICT and Tax Revenue in Indonesia (2022).

Prof. Benedictus Raksaka Mahi, S.E., M.Sc., Ph.D, menamatkan S1 Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan di Universitas Indonesia pada 1989; menyelesaikan Program Master of Science in Policy Economics di University of Illinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat pada 1992; dan memperoleh gelar Ph.D Department of Economics di University of Illinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat pada 1996. Prof. Mahi mendapatkan penghargaan Satya Lencana 30 Tahun dari Presiden Republik Indonesia pada 2022. Pada 2019-2022, ia menjabat sebagai Ketua Senat Akademik Fakultas (SAF) FEB UI.

Prosesi pengukuhan guru besar Prof. Mahi turut dihadiri oleh Deputi VII (Kerja Sama Ekonomi Internasional) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Dr. Edi Prio Pambudi, S.E., MA; Managing Director at Inke Maris & Associates, Strategic Communications Consultant, Isma Natanegara, MBA; Mantan Dirjen Perimbangan Keuangan 2013-2018, Dr. Boediarso Teguh Widodo; Guru Besar Fakultas Sain & Teknologi Universitas Pelita Harapan, Prof Dr. Ir. Wiryanto Dewobroto, MT.; Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada, Prof. Drs. Projo Danoedoro, M.Sc., Ph.D.; dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S.

 

Penulis: Humas FEB| Editor: Dyra Daniera

Related Posts