id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Lembaga Khusus Kelola Data Guna Wujudkan Kesetaraan Kesehatan

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kesehatan Masyarakat > Lembaga Khusus Kelola Data Guna Wujudkan Kesetaraan Kesehatan

PERLU ADA LEMBAGA KHUSUS KELOLA DATA DETERMINAN SOSIAL KESEHATAN GUNA WUJUDKAN KESETARAAN KESEHATAN

Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk menghilangkan disparitas kesehatan dan meningkatkan sistem kesehatan selama lebih dari satu dekade. Jika ditinjau dari teori klasik H.L Bloom ada empat faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan individu atau masyarakat. Faktor-faktor tersebut jika diurutkan menurut besarnya pengaruh terhadap kesehatan meliputi, (1) lingkungan; (2) perilaku; (3) pelayanan kesehatan; dan (4) genetik.

Prof. Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes., saat menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) yang berjudul “Perkembangan dan Tantangan Determinan Sosial Kesehatan dalam Mewujudkan Kesetaraan Kesehatan di Indonesia” (Rabu, 21/12), menyampaikan bahwa berbagai penelitian dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) tahun terakhir mengidentifikasikan bahwa faktor kualitas hidup secara signifikan berpengaruh terhadap kesehatan individu maupun masyarakat. Ruang lingkup tinggal di lingkungan sosio-ekonomi yang berbeda akan memiliki risiko sehat-sakit bahkan kematian yang berbeda. Oleh karena itu, untuk mencapai pemerataan kesehatan akan menjadi tantangan besar bagi Indonesia.

“Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menghilangkan disparitas kesehatan diantaranya adalah melalui perubahan sistem kesehatan dalam dua dekade terakhir yang fokusnya pada peningkatan sistem pelayanan kesehatan, dengan telaah terhadap data dan dokumen kebijakan yang menunjukkan kemajuan determinan sosial kesehatan di Indonesia,” kata Prof. Ella.

Perkembangan determinan sosial kesehatan yang progresif di Indonesia ditunjukkan dengan empat faktor, yaitu meningkatnya partisipasi penduduk dalam perlindungan sosial, meningkatnya jumlah keterwakilan perempuan di parlemen, melonjaknya pembiayaan kesehatan terutama pada pelayanan kesehatan primer, dan meningkatnya akses sanitasi.

Prof. Ella menyampaikan berbagai peraturan dan kebijakan terkait penghapusan ketimpangan pemerataan dan kesetaraan yang sudah dijalankan pemerintah Indonesia, seperti penghapusan diskriminasi gender, ras dan etnis, meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan nasional, meningkatkan perlindungan dan hak anak serta disabilitas. Di bidang kesehatan sudah ada peraturan pengendalian tembakau, pengenalan skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemberantasan stunting, penggalangan gerakan masyarakat sehat (GERMAS), pembentukan Komite Pengendalian COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional, serta kota dan kabupaten sehat. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan adanya kerja sama dengan berbagai lembaga baik pemerintah maupun non pemerintah yang berasal dari sektor kesehatan maupun sektor lainnya.

Di akhir pidato, Prof. Ella mengungkapkan tantangan determinan sosial kesehatan di Indonesia adalah lembaga pemerintah dan non pemerintah pada umumnya belum memahami konsep deteminan sosial kesehatan, sehingga kaitan masalah sosial dan kesehatan belum dikaji secara komprehensif dalam menyusun kebijakan yang berakibat pada kebijakan masih ego sektoral. Untuk itu, perlu ada koordinator yang dapat mengkoordinir isu-isu sosial di bidang kesehatan dan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan serta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dianggap sebagai lembaga yang tepat untuk melaksanakannya.

“Selain itu, pemantauan indikator determinan sosial kesehatan di Indoensia belum dilakukan secara khusus, karena belum ada lembaga yang mengelola data determinan sosial kesehatan di Indonesia. Saat ini pemantauan kesenjangan pemerataan dan kesetaraan di Indonesia hanya untuk menggambarkan kecenderungan dan dampak dari kebijakan, program pembangunan nasional maupun lokal serta promosi pemerataan,” ujar Prof. Ella.

Berkat kajian ilmiahnya ini, Prof. Ella dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap FKM UI. Prosesi pengukuhan guru besar ini dipimpin oleh Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., di Balai Sidang UI, Kampus Depok, dan disiarkan secara virtual melalui kanal Youtube UI dan UI Teve. Turut hadir dalam acara pengukuhan tersebut, Ketua Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Drg. Usman Sumantri, M.Sc; Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI), Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH; Wakil Ketua PPPKMI, Dr. Sarah Handayani, SKM,MKM; WFO Indonesia, dr. Fransiska Mardianingsih, MPH; Guru Besar FKM UI, Prof. Hasbullah Thabrani, MPH, DrPH; dan Dekan Fikes Universitas Muhammadiyah HAMKA, Ony Linda, SKM, MKM.

Prof. Ella menempuh pendidikan Profesi Dokter Gigi di UI pada tahun 1984, kemudian ia melanjutkan studi Magister Kesehatan Masyarakat di kampus yang sama pada 1994. Setelah itu, pada 2007, ia meraih gelar Doktor Kesehatan Masyarakat di UI. Sepanjang kariernya menjadi dosen UI, ia meraih beberapa penghargaan diantaranya Lulusan Terbaik Pertama Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat (1994); Predikat Cum Laude Lulusan Terbaik Pertama Program Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat (2007); dan dua tanda penghormatan Satyalancana di tahun 2001 dan 2020.

Beragam riset dan karya buku telah dilakukan dan dipublikasikan di jurnal nasional, jurnal internasional bereputasi, dan prosiding internasional terindeks. Beberapa karya buku dan karya ilmiah yang dipublikasikan Prof. Ella antara lain Kesehatan Masyarakat, Teori, Sosial dan Perilaku (2009); Community Practices of Newborn Care: Untapped Heritage and Local Wisdom from Indonesia (2012); Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di Kabupaten Garut, Jawa Barat (2020); Health education to improve low-birthweight infant care practices in Central Jakarta, Indonesia (2022); Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Tuberculosis: Literature Review, Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia (2022); dan Persepsi Orang Tua Bayi terhadap Pemberian Imunisasi Dasar selama Pandemi Covid-19 di Jakarta dan Bekasi (2022).

 

Related Posts