id sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Manfaatkan Teknologi, TPA di Balikpapan Sukses Kelola Sampah Komunal

Universitas Indonesia > Berita > Berita Highlight > Manfaatkan Teknologi, TPA di Balikpapan Sukses Kelola Sampah Komunal

Penulis: Humairah Nur

Kegiatan Asian Students Environment Platform (ASEP) pada hari kedua (10/8/2021) menghadirkan Sandhi Eko Bramono, Ph.D selaku Kepala  Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai pembicara pada sesi pertama. Dalam paparannya, Eko Bramono memaparkan tentang pengelolaan Municipal Solid Waste (MSW) di Kota Balikpapan, Indonesia. MSW merupakan limbah padat yang masih belum diolah dan berasal dari suatu kota tertentu.

Menurutnya,penggunaan teknologi menjadi salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengolahan sampah di TPA Kota Balikpapan. Ia mencontohkan tentang penggunaan teknologi sanitary landfill di TPA Manggar.“Dengan adanya teknologi ini, maka TPA ini tidak berbau karena teknologi ini mampu menghancurkan sampah dan mengubah airnya menjadi gas metana,” ujarnya. TPA Sampah Manggar memiliki unit sel landfill seluas 9,1 hektare dengan kapasitas unit pengolahan air lindi sebanyak 1,5 liter per detik. Teknologi yang digunakan untuk pengolahan air lindi adalah dengan proses biologis Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) dan proses kimia. Dengan fasilitas itu, TPA Sampah Manggar memiliki kapasitas pemrosesan akhir seberat 420 ton per hari.

Pengelolaan sampah organik di Balikpapan juga menerapkan proses pencernaan anaerobik tahap ganda. Teknologi ini merupakan teknologi pertama  pengelolaan sampah yang diterapkan di TPA di Indonesia, bersama dengan Kabupaten Lombok Timur dan Kota Malang. “Teknologi ini kamu sebut SIKIPAS (SIstem Komunal Instalasi Pengolahan Anaerobik Sampah), dan meraih Juara 2 Karya Konstruksi Indonesia 2014 oleh Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia,” ujar Eko.

Dalam memberdayakan teknologi tersebut, peran pemerintah daerah sangat penting, terutama melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah mengenai pengelolaan limbah, termasuk tarif dan retribusi. Pemerintah pusat juga turut andil dalam pembangunan pengelolaan sampah regional dalam wilayah administratif.

Ia menyampaikan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah memfasilitasi pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu di Kota Balikpapan, yaitu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di Kota Hijau, dengan kapasitas 10 ton per hari, pada 2015-1017. Kapasitas sampah ini kemudian dibagi menjadi lima ton MSW organik, dua ton daur ulang, dan tiga ton residu yang dikirim ke pembuangan akhir.

Pada tahun 2017-2018, Kementerian PUPR bahkan telah memfasilitasi pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Balikpapan, yaitu Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Manggar di Kecamatan Balikpapan Timur berkapasitas 350-420 ton dan instalasi pengolahan lindi dengan kapasitas 1,5 liter/detik. TPA ini memiliki lahan seluas 9,1 ha, sehingga memiliki kapasitas hingga 720.000 ton MSW.

Selain pemerintah, Eko juga menekankan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan MSW. Masyarakat berperan penting sebagai sektor utama penghasil sampah. Masyarakat harus dapat diedukasi untuk dapat melakukan pemilahan sampah di tingkat keluarga dan komunitas. Dengan adanya pemilahan sampah dari hulu, tentunya akan memudahkan pengelolaan MSW di hilir.

Sejak tahun 2011 hingga tahun 2013, tercatat terdapat tujuh tempat pengelolaan MSW berbasis komunitas di Kota Balikpapan. Tempat pengolahan sampah berbasis komunal ini mengelola sekitar 200-400 rumah tangga dalam satu proses. Sampah diolah dengan cara dipilah dan sampah organik diubah menjadi kompos sedangkan sisanya dibuang ke TPA Manggar.

Keberhasilan program ini tidak terlepas dari peran serta masyarakat di dalamnya Dalam membuat kebijakan, pemerintah harus dapat menempatkan diri pada posisi masyarakat sebagai pihak pertama yang akan terdampak pada pembangunan TPA. Ia juga menyampaikan bahwa tantangan utama pengelolaan sampah adalah tingkat kesadaran masyarakat mengenai pemilahan sampah. “Kita harus mempertimbangkan bahwa perilaku membuang sampah didasarkan pada budaya. Ini tidak mudah, dan memerlukan waktu yang lama untuk merubah perilaku masyarakat. Pemerintah harus terus memberikan edukasi pada masyarakat dan mendukung sektor informal seperti pemulung,” ujar Eko.

Related Posts