iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Prof. drg. Retno Widayati: Tingkatkan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Lewat Penggunaan Medikasi Topikal

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Kedokteran Gigi > Prof. drg. Retno Widayati: Tingkatkan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Lewat Penggunaan Medikasi Topikal

Prof. Dr. drg. Retno Widayati, Sp.Ort(K)., dikukuhkan sebagai guru besar tetap Ilmu Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI), pagi tadi (Rabu, 29/11). Ia dikukuhkan setelah menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Potensi Penggunaan Medikasi Topikal sebagai Upaya Meningkatkan Keberhasilan Perawatan Ortodonti Masa Depan” di Balai Sidang, Kampus UI Depok.

Dalam kajiannya tersebut, Prof. Retno menyampaikan maloklusi perlu dirawat, karena selain menimbulkan gangguan fungsi kunyah dan bicara, juga dapat menyebabkan masalah psikososial yang berhubungan dengan rasa percaya diri penderita dan dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Ia menjelaskan, maloklusi adalah keadaan gigi geligi yang letaknya berdesakan, gigi maju, gigi jarang, gigi caling, gigi dengan gigitan terbuka, gigitan terbalik dan lainnya.

Sejak lama, masyarakat umum telah mengenal perawatan ortodonti, yaitu perawatan meratakan gigi dengan menggunakan behel atau alat yang disebut piranti cekat dan piranti lepasan.  Perawatan ortodonti adalah salah satu perawatan di kedokteran gigi yang membutuhkan waktu perawatan cukup lama, sekitar 27,4 bulan. Lamanya waktu tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan rongga mulut lainnya, seperti dapat meningkatkan risiko karies, gingivitis, resorpsi akar gigi serta meningkatnya biaya perawatan.

Prof. Retno mengatakan bahwa kajian ini dilakukan sebagai upaya mempersingkat waktu perawatan ortodonti. Tantangan lainnya adalah mengontrol penjangkaran selama perawatan berlangsung dan menjaga stabilitas hasil perawatan ortodonti. Beberapa upaya guna mempercepat pergerakan gigi yang sudah dilakukan, antara lain penggunaan braket sistem self-ligating, bedah corticotomy, dan penggunaan laser.  Namun, upaya tersebut masih menjadi perdebatan, terutama bedah corticotomy karena merupakan tindakan invasif dengan indikasi terbatas.

Penelitian membuktikan, penggunaan injeksi prostaglandin E2 (PGE2) dapat memicu pergerakan gigi menjadi 1,6 kali lebih cepat, namun kekurangannya adalah timbul rasa sakit, invasif, dan tidak nyaman karena penggunaan jarum suntik. Sehingga, solusinya adalah mengubah sediaan injeksi menjadi sediaan bentuk gel. Efek pengolesan gel PGE2 pada mukosa bukal hewan Macaca Fascicularis dapat mempercepat pergerakan gigi kaninus rahang atas 1,8 kali lebih cepat dibandingkan tanpa pengolesan gel PGE2.

Oleh sebab itu, Prof. Retno menyampaikan bahwa di masa mendatang diperlukan inovasi baru dengan menggunakan medikasi topikal yang berpotensi sebagai akselerator (mempercepat) pergerakan gigi. Medikasi topikal berbasis obat sintetik seperti gel PGE2 maupun gel dengan bahan baku lain, seperti berbasis bahan alam diharapkan dapat digunakan sebagai akselerator pergerakan gigi ortodonti. Sehingga, dapat menjadi solusi mempercepat waktu perawatan ortodonti.

Ia juga menyebutkan, para ortodontis masih sering terjadi kehilangan penjangkaran (loss of anchorage), meskipun sudah menggunakan alat penjangkaran tambahan yang dipasang di dalam mulut. Umumnya, pasien tidak menginginkan menggunakan alat tambahan penjangkaran karena mulut terasa penuh dan kurang nyaman. Ke depan, perlu dicari solusi untuk menyelesaikan kendala tersebut melalui pendekatan none additional appliance atau tidak ada peralatan tambahan.

Sampai saat ini, tantangan lain yang masih terjadi adalah stabilitas hasil perawatan ortodonti yang belum mumpuni, ditinjau dari kejadian relapse yang masih tinggi. Relapse adalah perubahan gigi geligi paska perawatan ortodonti. Relapse bisa terjadi karena masih ada faktor pertumbuhan, tidak koperatif menggunakan retainer, maupun pengaruh lainnya. Upaya ke depan untuk mempertahankan hasil perawatan supaya stabil adalah menggunakan retainer disertai dengan pengolesan emulgel zoledronate yang berpotensi menghambat pergerakan gigi, agar remodeling tulang alveolar cepat selesai, dan menahan posisi gigi geligi stabil di dalam tulang alveolar. Pada masa depan, penggunaan emulgel zoledronate maupun emulgel obat lainnya yang memiliki efek deselerasi (memperlambat) pergerakan gigi, merupakan upaya untuk memperkuat penjangkaran dan mencapai stabilitas hasil perawatan ortodonti.

Prof. Retno berharap, ke depannya emulgel zoledronate dapat memenuhi persyaratan obat baru, menjadi medikasi topikal yang mempunyai efek deselerasi pergerakan gigi dan dapat dimanfaatkan untuk memperkuat penjangkaran ortodontik, serta mendukung stabilitas hasil perawatan ortodontik. Ia menyampaikan, dalam hal ini diperlukan dukungan penuh pemerintah pada riset inovasi melalui perkembangan IPTEK, riset pengembangan yang menggali potensi obat maupun bahan baku lainnya. Sehingga, dapat bermanfaat bagi perawatan ortodonti, dan perawatan kedokteran gigi lainnya, yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat Indonesia melalui fungsi kesehatan gigi dan mulut yang baik. Pada pengukuhan yang dipimpin langsung oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., ini, turut dihadiri Guru Besar FKG Universitas Gadjah Mada Prof. dr. H. Bambang Irawan Martohusodo, Sp.PD, Sp.JP, KKV.; Anggota DPR RI Dr. Ir. Ongku Parmonangan Hasibuan, MM.; dan Ketua Kolegium Ortodonti Indonesia drg. Jusuf Sjamsudin, Sp.Ort(K).

Sebelumnya, Prof. Retno telah menamatkan pendidikan sarjana hingga doktor di FKG UI, yaitu S1 Profesi Kedokteran Gigi pada 1990; Spesialis I Ortodonsia pada 2001; dan Doktor Ilmu Kedokteran Gigi pada 2014. Selain itu, pada 2003, ia juga telah berhasil mendapatkan gelar Spesialis II Kolegium Ortodonsia (consultant) di Jakarta. Sampai dengan saat ini, ia juga aktif berkontribusi dalam penulisan karya ilmiah, beberapa di antaranya berjudul Potensi Gel Emulsi Zoledronate terhadap Pergerakan Gigi Ortodonti (2023); Class III Malocclusion Camouflage Treatment Using a Conventional Orthodontic Appliance in a Non-Growing Patient (2023); dan Second molar scissor bite correction in class II malocclusion using miniscrew and cross-clasic (second molar scissor bite correction) (2022).

 

Penulis: Maudisha AR

Related Posts