iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Potensi Besar Pembangkit Listrik Tenaga Air Hasilkan Energi Bersih

Universitas Indonesia > Berita > Berita Sekolah Ilmu Lingkungan > Potensi Besar Pembangkit Listrik Tenaga Air Hasilkan Energi Bersih

Pemerintah Indonesia melalui Paris Agreement atau Persetujuan Paris menyatakan komitmennya dalam aksi iklim global yang selanjutnya dituangkan dalam Rencana Jangka Panjang Rendah Emisi atau Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience tahun 2050. Komitmen tersebut disampaikan kepada United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) pada Juli 2021.

Menurut Direktur Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) Universitas Indonesia (UI), Dr. dr. Tri Edhi Budhi Soesilo, Indonesia berupaya mengurangi emisi karbon dengan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32% pada 2030. Langkah tersebut dilakukan agar Indonesia mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencapai NZE, termasuk pengembangan dan pemanfaatan energi baru terbarukan.

“Indonesia dengan kondisi geografis yang menguntungkan memiliki potensi dan sumber energi bersih yang berlimpah, seperti panas bumi, tenaga surya, ataupun tenaga air. Percepatan peralihan energi bersih dapat memberikan tekanan kepada ekosistem, sehingga perlu dipertimbangkan dan direncanakan secara cermat agar perlindungan terhadap lingkungan menjadi perhatian utama,” ujar Dr. Edhi di simposium “Peluang dan Tantangan Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia”, Kamis (23/11) lalu.

Pengembangan energi baru terbarukan perlu ditingkatkan karena saat ini pemanfaatannya hanya 7% dari target 23%. Hal itu disampaikan oleh Ketua Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan (APIK) Indonesia Network, Dr. Mahawan Karuniasa, pada kesempatan yang sama. Salah satu sumber energi bersih yang disebut berpotensi untuk dikembangkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). PLTA bekerja dengan cara mengubah energi potensial dari bendungan (dam) atau air terjun menjadi energi mekanik dengan bantuan turbin air dan dari energi mekanik menjadi energi listrik dengan bantuan generator.

Pengembangan PLTA di Indonesia bukan tanpa tantangan. Pembangunannya harus bermanfaat secara ekologi, menguntungkan secara ekonomi, dan diterima secara sosial. Dr. Mahawan memaparkan beberapa poin yang harus diperhatikan saat membangun PLTA. Pertama, aliran dan ketersediaan air, terutama saat Indonesia dilanda cuaca ekstrem. Pasokan dan aliran air harus diperhitungkan agar saat debit air tinggi bendungan tidak jebol dan saat musim kemarau bendungan tidak kering.

Kedua, deforestasi atau penebangan hutan. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Dosen Universitas Sumatera Utara, Prof. Rahmawaty, bahwa konservasi hutan merupakan salah satu upaya untuk menjaga ketersediaan air. Deforestasi harus dicegah agar hutan dapat menyimpan air, sehingga aliran air sebagai sumber energi PLTA tetap ada. Selain itu, kelangsungan hidup keanekaragaman hayati harus menjadi prioritas. Jangan sampai pembangunan PLTA mengancam kehidupan flora dan fauna yang ada di suatu daerah.

Selain aspek fisik, pembangunan PLTA mempertimbangkan aspek lain, seperti investasi, kebijakan atau aturan, dan aspek sosial. Rektor Institut Teknologi PLN, Prof. Dr. Iwa Garniwa, memcontohkan kegagalan pembangunan PLTA karena hambatan dari aspek sosial. “Sering kali kasusnya adalah investor sudah dapat, aturan sudah sesuai, aspek kehutanan sudah tertangani, namun aspek sosial luput. Ternyata masyarakat sekitar menganggap tempat itu keramat, sehingga PLTA tidak dapat dibangun di wilayah itu,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Prof. Iwa juga memaparkan konsep integrasi antara PLTA dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). “PLTS adalah salah satu future energy. Salah satu efisiensinya dipengaruhi oleh panas. Padahal, yang ditangkap oleh solar panel pada PLTS bukanlah panas, melainkan cahaya. Jika panas yang diterima terlalu besar, efisiensi PLTS akan turun. Oleh sebab itu, PLTS dapat diintegrasikan dengan PLTA melalui peletakkan PLTS di atas sungai untuk menurunkan suhu,” katanya.

Ia menambahkan bahwa integrasi dimungkinkan dan diperlukan dalam optimalisasi. Akan tetapi, perlu kajian yang mendalam terkait dengan supply chain serta nilai ekonominya. PLTA dan PLTS adalah pembangkit listrik dan penghasil hydrogen untuk keperluan industri dan transportasi. Keduanya adalah energi baru terbarukan yang paling berpotensi untuk pengembangan integrasi.

 

Penulis: Sasa

Related Posts