iden sipp@ui.ac.id dan humas-ui@ui.ac.id +62 21 786 7222

Prof. Sugihaso Kaji Kebijakan Moneter, Independensi Bank Sentral, dan Pengendalian Inflasi

Universitas Indonesia > Berita > Berita Fakultas Ekonomi dan Bisnis > Prof. Sugihaso Kaji Kebijakan Moneter, Independensi Bank Sentral, dan Pengendalian Inflasi

Prof. Ir. Sugiharso Safuan, M.E., Ph.D., guru besar bidang Ilmu Ekonomi Moneter dan Keuangan Internasional, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), berpendapat bahwa selama kurang lebih satu abad terakhir ini perkembangan ilmu ekonomi telah memberikan kontribusi signifikan dalam proses pengambilan kebijakan pembangunan, termasuk kebijakan moneter dan fiskal. Ia mengutarakan hal itu pada pidato pengukuhannya sebagai guru besar UI, dengan judul pidato “Kebijakan Moneter, Independensi Bank Sentral, dan Pengendalian Inflasi: Mainstream Monetary Theory Vs Modern Monetary Theory”. Prosesi tersebut dipimpin oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D. di Kampus Depok, kemarin (Rabu, 22/11).

Prof. Sugiharso memaparkan tentang berbagai teori yang muncul saat krisis besar terjadi pada 1929. Saat itu, John Maynard Keynes seorang ekonom dari Inggris meyakini krisis disebabkan oleh kurangnya permintaan agregat. Pendapat berbeda datang dari Milton Friedman –ekonom asal Amerika Serikat–, yang menganggap bahwa krisis besar disebabkan oleh kebijakan moneter yang salah. Beranjak dari kedua pandangan berbeda tersebut, Prof. Sugiharso membahas lebih dalam seputar Teori Moneter Arus Utama (Mainstream Monetary Theory atau MsMT) dan Teori Moneter Modern (Modern Monetary Theory atau MMT), mulai dari pendekatan, perbedaan, kritik, dan implikasinya terhadap pengendalian inflasi.

Ia menjelaskan, “MsMT memandang inflasi sebagai fenomena moneter akibat pasokan uang yang berlebihan relatif terhadap permintaan barang dan jasa. Teori ini didasarkan pada premis bahwa uang adalah faktor penting dalam perekonomian, sehingga perubahan jumlah uang beredar dapat memengaruhi tingkat harga, output, dan lapangan kerja. Teori ini terbilang dominan dalam ekonomi makro selama beberapa dekade terakhir untuk menjelaskan berbagai fenomena ekonomi, seperti inflasi, resesi, dan pertumbuhan ekonomi.”

Namun, pada 2020 telah muncul teori ekonomi moneter baru, yakni MMT. Menurutnya, hal ini menarik untuk dianalisis karena kepopulerannya telah mencuri perhatian para ekonom terkemuka dan beberapa pandangan sangat bertentangan dengan pandangan yang telah dikemukakan dalam MsTM.

“MMT adalah teori ekonomi heterodoks yang menantang pandangan MsMT mengenai inflasi. MMT berpendapat bahwa inflasi disebabkan oleh faktor sisi penawaran, seperti inflasi dorongan biaya (cost-pushinflation), bukan faktor moneter. Selain itu, MMT memandang bank sentral tidak dibatasi oleh kebutuhan untuk menyeimbangkan anggaran mereka. Dengan begitu, bank sentral dapat menciptakan uang sesuai kebutuhan untuk membiayai pengeluaran pemerintah,” kata Prof. Sugiharso.

Ia pun mengaitkan dengan pentingnya independensi bank sentral, karena memungkinkan untuk membuat keputusan yang sesuai dengan kepentingan terbaik ekonomi. Implikasinya, mampu menahan tekanan dan menaikan suku bunga. Meskipun demikian, mempertahankan independensi untuk mencapai target yang ditetapkan cukup sulit, terutama di negara yang didera krisis atau kurang stabilnya sistem politik dalam menghadapi sejumlah tantangan.

Kemudian, Prof. Sugiharso mengungkapkan relevansi independensi bank sentral di negara yang tengah mencari pemimpin baru dan relevansinya dalam menuju Indonesia Emas 2045. “Menggapai cita-cita menuju Indonesia Emas 2045 adalah tantangan, tetapi patut diperjuangkan. Perlu dicatat bahwa selain menekankan berinvestasi di bidang pendidikan, infrastruktur, teknologi, dan pembangunan berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan masa depan lebih baik bagi semua warganya. Salah satu elemen penting dalam jangka panjang yang erat kaitannya dengan independensi bank sentral adalah komitmen untuk stabilisasi harga (price stability). Tingkat harga yang stabil akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja serta tingkat kesejahteraan Masyarakat,” kata Prof. Sugiharso.

Menurutnya, masa depan perekonomian dunia ke depan tidak sekadar ditandai oleh perkembangan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran. Namun, bagaimana hubungan antara pengambil kebijakan di setiap negara melihat tanggung jawabnya sendiri, antara pemerintah sebagai otoritas fiskal dan bank sentral sebagai otoritas moneter, dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pada pengukuhannya tersebut tampak hadir Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia Dr. Iskandar Simorangkir, S.E. M.A.; Deputi III Kepala Staf Kepresidenan Bidang Perekonomian Dr. Ir. Edy Priyono, M.E.; Vice President Commisioner Independent Commissioner of Bank Danamon Dr. Halim Alamsyah SE, SH, MA.; dan Anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Totok Suprayitno, Ph.D.

Prof. Sugiharso menerima beasiswa Supersemar dari Presiden Republik Indonesia dan menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor, tepatnya Jurusan Sosial Ekonomi pada 1985. Lalu, ia memperoleh gelar Magister Bidang Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi UI pada 1990. Setelahnya, ia berhasil meraih Beasiswa QUE Project dari FEUI dan World Bank untuk melanjutkan studi Postgraduate Diploma (PgDpl.) di bidang Monetary Economics and International Finance di Scottish Doctoral Programme di University of Glasgow, United Kingdom, pada 1999. Kemudian, ia berhasil memperoleh gelar Ph.D. di bidang yang sama dari The University of Southampton, United Kingdom pada 2003.

Pada 2006, Prof. Sugiharso terpilih sebagai Penerima Grant Visiting Scholar di University of Witzenhausen dari DAAD German. Kemudian, menerima Penghargaan sebagai Peneliti Terbaik Departemen Ilmu Ekonomi pada 2012 dan Finalis Dosen Berprestasi di tingkat Universitas pada 2013. Selain itu, Prof. Sugiharso dinobatkan sebagai Penerima Sadli Endowed Professorship Award dari Yayasan Sadli dan Universitas Indonesia pada 2023.

Beberapa penelitiannya dalam beberapa tahun terakhir, berjudul Developing The Model of Integrated Social Safety Net Programmes Towards Better Financial Well-Being (2023); Digital Financial Inclusion and Implications for Developing Countries Economic Growth (2023); dan The Effectiveness of Unconventional Monetary Policy (UMP) on Financial Markets in Indonesia and Malaysia during the Covid-19 Pandemic (2022).

 

Penulis: Rifdah Khalisha | Editor: Maudisha AR

Related Posts